Opini

Wawancara dengan Radio Australia

Abdul Mu’ti*

Pada bulan September 2002, saya berkesempatan mengikuti MEP (Muslim Exchange Program) di Melbourne, Australia. Tahun itu merupakan tahun pertama digelarnya program ini. Dari banyak sekali kegiatan, salah satu pengalaman paling berkesan adalah sesi wawancara dengan radio Australia: Australian Broadcasting (ABC).

Di sanalah pertama kali saya bertemu dengan Hidayat Nataatmadja, Nuim Khayyath, Dian Islamiati dan nama-nama lain yang selama ini hanya saya dengar lewat suara. Untuk pertama kali saya masuk di studio dan diwawancarai di Radio Australia. Suara saya terdengar di seantero dunia.

Menyesal sekali saya tidak ingat penyiar yang mewawancarai saya. Penyiar itu begitu terharu ketika mewawancarai saya. Saya pun larut dalam suasana.

Baca juga :  Menyiapkan Generasi Pemenang Sesuai Zaman

Awalnya wawancara berlangsung datar, biasa saja. Sangat normatif dimulai dari personal greeting dan personal introduction. Tapi memasuki pertanyaan ketiga, suasana berbeda ketika saya menjelaskan bahwa saya adalah ketua umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah dengan anggota lebih dari sepuluh juta.

Dia kemudian menyela.

“This young man is a leader of more than two-third of the Australian Population.”

“Thank you, but ten million is not a big number for Indonesian with more than 200 million population,” jawab saya.

Percakapan berlangsung begitu cair dengan pertanyaan-pertanyaan serius khas wartawan Barat: singkat tetapi tidak mudah dijawab. Setelah lebih dari lima belas menit berlalu, tiba-tiba dia bertanya sesuatu di luar konteks.

Baca juga :  Mengembalikan “Siti Khotidjah” di Kudus

“Thank you for being with us. By the way, you have such good English. Where did you study English?”

Dengan santai saya jawab: “I started learning English from Radio Australia…”

“Radio Australia? How?” sergahnya.

“When I was in Junior High School, I used to listen to English from Radio Australia from 4.30 to 5.30 am.”

Saya perhatikan wajahnya begitu terkesima dan mulai nampak keharuan.

“Listening to Radio Australia was very helpful to improve my English. Further, it built my childhood dream that one day I could study in Australia. My dream come true. I obtained a scholarship from AIDAB to undertake my Masters Degree in Australia.”

“It is amazing. It is beyond my imagination. I am interviewing a kid that is a big leader who started learning English from radio Australia.”

Dia terlihat tidak dapat menyembunyikan rasa haru, tapi masih bisa tetap mengendalikan diri.

Baca juga :  Kodrat Manusia I

“All right Mu’ti. Again, thank you for joining us, good luck.”

Begitulah, setelah MEP, saya sering sekali menjadi narasumber berbagai isu nasional, islam dan internasional dari Radio Australia.

*Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, sebagaimana dikutip dari Buku Hidup Damai di Negeri Multikultur, Pengalaman Peserta Pertukaran Tokoh Muda Muslim Australia-Indonesia, Gramedia, 2017.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *