Opini

Menyambut Kunjungan Bung Karno Ke Kudus Tahun 1950-an

Mbah Jam’an

Pagi ini Mbah mengikuti senam osteoporosis di RS. Zahra Bogor, mungkin karena masih dalam suasana hari kemerdekaan, salah satu seri diiringi lagu 17 Agustus atau Hari Merdeka. Begitu musik didengungkan, ingatan Mbah langsung melayang ke tempat kelahiran dan masa kecil Mbah di Kabupaten Kudus tahun 1950-an. Waktu itu Mbah masih duduk di bangku Sekolah Rakyat dan ikut latihan menyanyi dalam menghadapi kehadiran Bung Karno ke kota Kudus tahun 1950-an. Tidak tahu ke Kudus untuk acara apa.

Saat itu siswa yang bisa ikut latihan hanya yang sekolahnya berada di wilayah Kota Kudus saja, sebab sarana transportasi sangat sulit. Mbah beruntung termasuk diantara siswa yang bisa ikut latihan. Selain latihan lagu kebangsaan Indonesia Raya, muncul lagu baru, yaitu 17 Agustus 45. Ya, lagu ini diciptakan oleh Husein Mutahar dan baru terbit tahun 1946. Kalau tidak salah, Mbah duduk di kelas IV SD Muhammadiyah.

Baca juga :  Mengukur Produktifitas Organisasi
Foto: Istimewa (koleksi pribadi Mbah Jam’an)

Dan pada hari H nya pagi-pagi jam 7, kami semua berkumpul di Aloon2 Kudus dengan pakaian beraneka ragam, sebab saat itu belum mengenal seragam, ditambah lagi sang kaki tetap masih nyeker belum bersepatu. Beruntung rumput menolong kami dari teriknya matahari. Karena Bung Karno jam 10 baru tiba di kota Kudus. Mbah tidak tahu Bung Karno semalam nginapnya dimana, sebab Semarang saat itu belum ada lapangan terbang.

Baca juga :  Lagu Perjuangan dalam Ancaman Populisme

Sebagai genderang HW SD Muhammadiyah, Mbah beruntung bisa sangat dekat dengan rombongan Presiden. Dan, siapa yang mengira ada anak ingusan bisa membawa kamera kodak? Selain melihat Presiden untuk pertama kali, Mbah juga sangat beruntung bisa mengabadikan gambar Presiden Soekarno dari jarak sangat dekat. Ya, foto Bung Karno dalam tulisan ini adalah foto yang Mbah jepret sendiri dengan kamera kodak jadul.

Baca juga :  Darurat Keamanan Pesantren Indonesia
Foto: Istimewa (koleksi pribadi Mbah Jam’an)

Saat itu tidak banyak yang mempunyai kamera, masih barang langka atau lux. Alhamdulillah Mbah Ahmad Munawir, kakek Mbah termasuk konglomerat kelas kampung pada masanya. Beliau adalah producer atau pembuat gula jawa/ merah.

Akhirnya dengan rasa gembira dan bangga bisa melihat presidennya setelah 350 tahun dijajah bangsa lain. Walau dengan bendera merah putih dari kertas rasanya sangat bahagia menjadi Negara merdeka. Itulah sekelumit kenangan yg tidak bisa dinilai dengan uang walau kaki masih nyeker.

Merdeka……Merdeka……..Merdeka

Kisah ini ditulis ulang sebagaimana diceritakan Mbah Jam’an melalui Rizka Himawan, Anggota Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kudus

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *