Oleh Akhmad Faozan (Ketua PCM Mayong)
Muhammadiyah Jepara akan menghelat Musyawarah Daerah (Musyda) pada 22-23 Syawal 1444H/13-14 Mei 2023 di Mayong. Tidak berlebihan bila catatan-catatan riwayat pergerakan perlu disyiarkan. Barangkali tidak sekedar mereview kembali agar kelak tertata kembali misi besar para pendahulu di Jepara. Karena sangat nampak dari luar begitu besar syiar perkembangannya.
Minoritas tetapi menampakkan eksistensinya dimata komunitas, kelompok orang lain. Benarkah? Kita akan dapat mengujinya dengan berbagai barometer, seperti perkembangan tanah wakaf, jumlah masjid/musholla, sekolahnya, Program Filantropisnya (LazsiMu, MDMC, GMPS), ekonomi, AUM kesehatannya, dan apa saja kekurangan sebagai celah yang perlu ditutup untuk meminimalkan dari titik-titik kerawanan ke depannya.
Muhammadiyah Jepara secara formal dan strukturalnya dikoordinasikan oleh struktur Pimpinan ditingkat daerah yang kelembagaannya dinamakan Pimpinan Daerah Muhammadiyah Jepara (PDM). PDM Jepara sebagai payung yang menaungi seluruh elemen (ortom), amal usaha dan seluruh kelembagaan baik secara ketentuannya diatur oleh anggaran dasar maupun telah disepakati bersama di tingkat daerah Jepara.
Kekuatan struktur dan kelembagaan ditingkat daerah sangat menentukan lajunya perkembangan dan pergerakan organisasi. Struktur yang kuat ditopang oleh sumber daya di dalamnya, yang hasil dari tanfidz keputusan muktamar ke-48 Majlisnya dinamakan Majlis Pembinaan Kader Sumber Daya Insani (MPKSDI). sehingga keberadaan kader yang eksis dan kuat akan menjadi tambahnya kekuatan struktur di tingkat pimpinan, dalam hal ini PDM. Pertanyaannya, bagaimana keadaan kader di Jepara?.
Maksudnya adalah kader yang siap menjadi pelangsung dan meneruskan perjuangan dalam pergerakan persyarikatan ini. Mereka itulah yang mumpuni, berkapasitas keilmuan, pejuang yang gigih (fighter), meluangkan waktu dengan berbagai keadaan yang dihadapinya (ngepenke), siap berkorban merelakan hatinya demi persyarikatan, berkomitmen untuk maju dan unggul, pintar membagi waktu dengan berkualitas.
Bila melihat peta dakwah, dimana keadaan dan kondisi geografis letak dari pusat pergerakan persyrikatan Muhammadiyah di Jepara dengan luas daerah yang membentang dari batas selatan Timur yaitu Nalumsari dan utara yang berbatasan dengan Pati menjadi sangat berpengaruh dalam mobilitas pergerakan oleh kader persyarikatan.
Demikian juga dengan kondisi kader yang hari ini merasa prihatin dengan keberadaan kader militan yang sangat minimalis, kemudian mereka sebagian besar dobel jabatan, baik internal Muhammadiyah maupun di luar Muhammadiyah. Belum jabatan utama pekerjaannya di kedinasan sehingga akan sangat mempengaruhi dalam mobilitasnya dalam menggerakkan diri dan lembaga yang diamanahkan kepadanya untuk bergerak.
Barangkali kondisi kader yang demikian perlu langkah konsolidasi organisasi berupa koordinasi secara intensif perlu diaktualisasikan. Internalisasi ideologi Muhammadiyah sebagai ruh gerakan harus terus disuarakan dan tersampaikan kepada calon kader, disamping langkah sistemik dalam mewujudkan kader.
Teringat dengan apa yang disampaikan oleh Prof. Haedar Nashir selaku ketua umum Pimpinan Pusat, bahwa menggerakkan Muhammadiyah itu diibaratkan menggerakkan atau mengayuh sepeda. Bolehlah diumpamakan yang mengayuh dan menyetir adalah pimpinan, namun karena rodanya dan seluruh onderdel sepeda sudah satu sistem maka gerakannya akan berdampak sangat masif.
Begitu pula Pimpinan di Muhammadiyah beserta anggotanya. Ketika seseorang sudah dipilih oleh musyawirin diamanahi menjadi seorang pimpinan, dengan harapan pimpinan terpilih mampu menggerakkan roda organisasi dengan sebaik-baiknya. Kolektif dan kolegial yang menjadi cirikas dari pimpinan di Muhammadiyah seharusnya terejawantahkan dalam menjalankan amanah dengan iringan kekuatan, spiritualitas dan komitmen. Dalam hal ini kolektif dan kolegial di Muhammadiyah menjadi satu kekuatan dan keutuhan.
Kolektif dan kolegial pimpinan Muhammadiyah inilah yang menjadi tantangan Muhammadiyah ke depan khususnya di Jepara. Bila pemangku amanah tidak mengambil langkah internalisasi, ideologisasi dan konsolidasi, maka dikhawatirkan Muhammadiyah Jepara mengalami penurunan spirit berkemajuan dan keunggulannya yang pada akhirnya akan menjadi titik lemah bagi struktur organisasi dan lembaga. Ukuran dan barometer kolektif dan kolegial di jajaran pimpinan daerah terlihat nampak pada kekuatan dan keutuhan antara seluruh pimpinan dan mampu diterjemahkan oleh anggota dan para jamaah. Hati yang terjaga rasa untuk terus terpanggil disetiap dibutuhkan kehadirannya.
Berikutnya, bahwa Pimpinan menjadi payung kenyamanan atas seluruh jamaah yang ada di titik-titik pusat peradaban, di setiap majlis kajian, musyawarah, sholat berjamaah di masjid musholla, koordinasi dalam urusan yang berorientasi kemajuan dan keunggulan. Artinya sosok pimpinan siap untuk turun gunung disaat umat membutuhkannya. Kalau ranting pusat kemajuan pergerakanya ada di AUM di tingkat struktur paling bawah, baik itu masjid/musholla ataupun sekolah/madrasah. Di tingkat cabang dan daerah pun demikian, artinya hierarki tanggung jawab moral atas keberlangsungan roda organisasi berwujud pendampingan intensif, pemberi spirit kemajuan keunggulan, pemotivasi dan mereka menjadi kontributor gagasan dan amwal.
Bila gagasan ideal ini dilaksanakan dengan penuh keikhlasan insha Allah akan membuka ruang semangat berfastabiqul khairat. Bersama dan utuh dalam mengusung misi suci menuju pintu gerbang jannatunna’im yang didherekke oleh para pimpinan yang senantiasa istiqamah dalam shirathal mustaqiym ini.