Opini

Saatnya Perempuan Hadir di Jajaran Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kudus

oleh : Halwa Intan

Sebagai organisasi masyarakat yang memiliki struktur dari tingkatan pusat hingga ranting, Pimpinan Pusat Muhammadiyah telah menerbitkan acuan waktu pelaksanaan musyawarah di masing-masing tingkatan secara berjenjang dan berurutan. Tuntasnya pelaksanaan Musyawarah Wilayah Muhamadiyah Jawa Tengah bertemakan “Memajukan Jawa Tengah, Mencerahkan Semesta” di Tegal pada tanggal 4-5 Maret 2023 menjadi penanda sudah dekatnya Musyawarah Daerah setiap PDM di Kabupaten/ Kota se Jawa Tengah. Tidak terkecuali dengan Kudus.

Baru-baru ini narasi ciamik mengenai Musyda Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kudus mulai berseliweran baik by lisan ataupun tulisan. Salah satu tulisan yang saya soroti ditulis oleh senior IMM saya, Abdul Ghofur yang berjudul Jelang Seabad “Cabang Muhammadiyah Kudus”, Siapa Layak Jadi Pimpinan? Ada on point yang disampaikan beliau mengenai kriteria ideal pimpinan persyarikatan di Kudus; merupakan kader ideologis, memiliki jejaring luas, memiliki integritas dan mempunyai jiwa yang asah, asih, asuh.

Tulisan lainnya juga diapungkan oleh Ahmad Kholil atau kerap disapa Alan, kader Muhammadiyah yang mengabdikan dirinya di ranah kebangsaan dengan menjadi Komisioner KPU Kudus. Alumni IPM ini memberikan tambahan mengenai kriteria pimpinan; yang pandai dalam hal manajemen, bertangan dingin (sesekali bertangan besi untuk beberapa hal), dan profesional (baca: Paham Agama Mesti, Manajemen Ngerti dan Seneng Ngopi).

Baca juga :  Pansos Demi Popularitas

Saya sepakat atas gagasan-gagasan tersebut hanya saja pada sekuel kedua beliau (Ghofur) memunculkan nama-nama yang dipertimbangkan untuk menjadi bagian dari pimpinan. Diantara nama-nama yang disampaikan tidak ada unsur keterwakilan perempuan, padahal dalam membangun kemaslahatan untuk persyarikatan menjadi tanggungjawab bersama baik laki-laki dan perempuan yang keduanya mempunyai mandat sebagai khalifah fil ard.

Kalau kita tilik kembali pada pedoman Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah pada pasal 4 poin 1 nomor 2 menerangkan bahwa anggota biasa yakni laki-laki dan perempuan berumur 17 tahun atau sudah menikah. Diperkuat pada pasal 13, anggota pimpinan daerah dapat terdiri dari laki-laki dan perempuan.

Baca juga :  Resonancing Ramadhan Penghasil Iman dan Taqwa

Tentu pada poin ini, perempuan boleh dan layak menjadi bagian dari pimpinan daerah Muhammadiyah. Meskipun dalam sejarah PDM Kudus belum ada sosok perempuan, namun harus diakui Muhammadiyah perlu me-refresh kepengurusan bukan sekedar wajah baru, melainkan gagasan serta proses penerimaan perempuan dalam tubuh Muhammadiyah itu sendiri.

Ada pandangan menarik pada firman Allah QS. At-Taubah:71 yang artinya, “Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.

Ayat tersebut secara tegas menjelaskan bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai kesempatan dan tanggungjawab yang sama terlebih dalam konteks amar makruf nahi mungkar untuk mewujudkan keadilan ataupun kemaslahatan bersama. Dalam konteks relasi laki-laki dan perempuan untuk mencapai kemaslahatan bukan didasarkan pada persamaan manusia namun pada pengalaman khas yang dimiliki.

Baca juga :  Dua Macam Pengajian di Muhammadiyah

Maka dari pemaknaan dan kriteria pimpinan ideal diatas kiranya selaras dengan spirit dan gerakan Muhammadiyah. Saya tertarik pada kriteria terakhir yang disampaikan senior yaitu pemimpin yang mempunyai jiwa asah, asih dan asuh. Dalam konteks Muhammadiyah yang ditulis yakni membersamai dan pengawalan secara kontinyu ke cabang/ranting/organisasi otonom.

Di alam bawah sadar kita, hal tersebut melekat pada sosok perempuan. Bagaimana tidak? Berbekal pengalaman biologis perempuan sebagai makhluk intelektual dan spiritual, pola ini membentuk atau membina secara adaptif terhadap perkembangan zaman. Misalnya saja pada pola pengasuhan asah, asih dan asuh Ibu terhadap anak.

Dengan demikian, menginjak satu abad Pimpinan Daerah Muhammadiyah Kudus perlu kiranya ada terobosan baru dengan menghadirkan nama-nama perempuan pada tingkat daerah yang siap memberikan kontribusi bagi kemajuan persyarikatan Muhammadiyah, khususnya di Kudus.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *