Opini

Resonancing Ramadhan Penghasil Iman dan Taqwa

Oleh : DR. H. KRT.AM.JUMAI,SE.MM
Dosen FE Unimus /Ketua Lembaga Dakwah Komunitas PWM Jawa Tengah

Perintah Allah tentang pelaksanaan ibadah puasa di bulan suci Ramadhan tertuang di QS Al Baqarah ayat 183 mengandung makna Albaqarah ayat 183 menjelaskan tentang kewajiban berpuasa di bulan Ramadan. Bahkan umat muslim dianjurkan untuk menunaikannya, sama dengan para orang terdahulu. Albaqarah ayat 183 berisi anjuran untuk berpuasa menjadi kewajiban bagi orang Islam.

Dalam penggalan perintah puasa ada dua penyebutan tentang identitas manausia yaitu Amanu dan tattaqun artinya orang beriman dan bertaqwa.

Imam Ath Thabari menyatakan bahwa kalimat  “Wahai orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, membenarkan keduanya dan mengikrarkan keimanan kepada keduanya” sedangkan menurut Ibnu Katsir menafsirkan ayat ini: “Firman Allah Ta’ala ini ditujukan kepada orang-orang yang beriman dari umat manusia dan ini merupakan perintah untuk melaksanakan ibadah puasa”.

Dari ayat ini kita melihat dengan jelas adanya kaitan antara puasa dengan keimanan seseorang. Allah Ta’ala memerintahkan puasa kepada orang-orang yang memiliki iman, dengan demikian Allah Ta’ala pun hanya menerima puasa dari jiwa-jiwa yang terdapat iman di dalamnya. Dan puasa juga merupakan tanda kesempurnaan keimanan seseorang

Lalu yang kedua adalah “Agar kalian bertaqwa”,  Kata la’alla dalam Al Qur’an memiliki beberapa makna, diantaranya ta’lil (alasan) dan tarajji ‘indal mukhathab (harapan dari sisi orang diajak bicara). Dengan makna ta’lil, dapat kita artikan bahwa alasan diwajibkannya puasa adalah agar orang yang berpuasa mencapai derajat taqwa. Dengan makna tarajji, dapat kita artikan bahwa orang yang berpuasa berharap dengan perantaraan puasanya ia dapat menjadi orang yang bertaqwa.

Menurut Imam At Thabari menafsirkan ayat ini: “Maksudnya adalah agar kalian bertaqwa (menjauhkan diri) dari makan, minum dan berjima’ dengan wanita ketika puasa”. Begitupun pendapat Imam Al Baghawi memperluas tafsiran tersebut dengan penjelasannya: “Maksudnya, mudah-mudahan kalian bertaqwa karena sebab puasa. Karena puasa adalah wasilah menuju taqwa. Sebab puasa dapat menundukkan nafsu dan mengalahkan syahwat. Sebagian ahli tafsir juga menyatakan, maksudnya: agar kalian waspada terhadap syahwat yang muncul dari makanan, minuman dan jima”. Termasuk di dalam Tafsir Jalalain dijelaskan dengan ringkas: “Maksudnya, agar kalian bertaqwa dari maksiat. Sebab puasa dapat mengalahkan syahwat yang merupakan sumber maksiat”

Baca juga :  Bangga dengan Resonansing Muhammadiyah Kota Semarang


Brand Iman dan Taqwa tersebut disematkan bagi orang-orang tertentu yang merupakan  manusia pilihan yang terdidik, terlatih dan terpilih oleh Allah SWT. Dan ini sebagai modal dasar kita bertransaksi kepada Allah SWT , dan transaksi jual beli kita kepada Allah tidak akan pernah rugi.

Dalam surah at taubah ayat 111 Allah menyatakan “Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin, baik diri mau-pun harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah; sehingga mereka membunuh atau terbunuh, (sebagai) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al-Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya selain Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan demikian itulah kemenangan yang agung.

Allah memberi perumpamaan jual beli antara Allah dengan pejuang di jalan-Nya sebagaimana tertera pada ayat berikut: Sesungguhnya Allah membeli dari orang-orang mukmin, yakni menjanjikan secara pasti kepada mereka yang secara tulus berjuang di jalan Allah, baik berupa diri, yakni jiwa maupun harta mereka, maka dengan pasti Allah akan memberikan balasan surga untuk mereka. Mereka berperang di jalan Allah dengan harta bahkan jiwa; sehingga mereka membunuh atau terbunuh. Masuknya mereka ke dalam surga adalah merupakan janji yang benar dari Allah sebagaimana tertulis di dalam Taurat, Injil, dan Al-Qur’an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya selain daripada Allah? Pasti tidak ada. Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, sehingga kamu mendapatkan surga, dan demikian itulah kemenangan yang agung.

Dalam ayat ini, narasi Allah sangat menarik untuk kita cermati, karena Allah seakan bertransaksi jual beli dengan hambanya dengan menggunakan kata “membeli”. Istilah yang sangat familiar dalam dunia perdagangan. Bukankah Allah adalah ­al-Malik yang memiliki langit dan dunia beserta isinya. Mengapa Allah harus membeli ketika Dia bisa melakukan segala sesuatu sesuai kehendaknya.

Baca juga :  Budaya Nusantara dan Penguatan Ormas di Kota Semarang

Dalam jual beli antara hamba dengan Allah, Allah memposisikan diri sebagai “pembeli”. Secara tidak langsung Allah memposisikan kita sebagai hamba yang memiliki kebebasan dan akses luar biasa apakah kita mau “menjual” diri dan harta kita untuk pembayaran surga atau tidak, semuanya tergantung kita dalam posisi “penjual”.

Jika kita bersedia untuk menjual, itu berarti kita kehilangan kebebasan terhadap diri dan harta kita untuk kita perlakukan semau kita. Artinya, barang itu sudah dalam kekuasaan pembeli, dan kita hanya bisa mengikuti apa kehendak pembeli atas barang itu Maka dalam transaksi kita kepada Allah SWT harus ada positioning,defrensiasi dan branding ; positioning kita manusia sebagai hamba Allah yang beriman , nilai beda atau defrensiasi kita adalah taat beribadah lebih khusus adalah puasa yang berbeda dengan orang-orang terdaguku dan branding atau sematan nama baik kita adalah bertaqwa akibat dari aktifitas kita sebagai orang beriman dan taat menjalankan perintah-perintahNya.

Maka merek atau citra atau kata lain Brand yang sangat ideal dan strategis sebagai modal komunikasi kepada Allah SWT; Brand Iman dan Brand Taqwa.

Menurut hermawan kartajaya brand dibagi menjadi 3 ; brand Image, brand Identity dan brand integrity.

Setiap individua tau klompok ummat   hendaknya mengembangkan sendiri kebijakan-kebijakan mengenai merek bagi mata produk dalam lini yang sama merk merupakan kombinasi dari nama kata simbol atau desain yang memberi identitas produk.

Merk mempunyai peran penting dalam kegiatan jual beli dan merek yang sukses dapat membedakan  bagi orang lain  yang ingin bersaing, karena hakekat manusia adalah bersaing. Dalam surah al Baqarah ayat  148 terdapat kalimat berlomba-lombalah kamu dalam kebaikan.

Berlomba-lomba dalam kebaikan atau dalam bahasa Arab disebut Fastabiqul khairat merupakan salah satu amalan yang dianjurkan dalam Islam. Fastabiqul khairat termasuk salah satu ciri dari orang yang beriman.

Baca juga :  "Sembilan Naga" di Majlis Ekonomi PDM Kudus

Maka dalam persaingan tersebut harus membangun citra baik atau top brand termasuk braand top of mind.

Merek juga mempunyai peran strategis dalam jual beli karena bisa menjadi pembeda antara anatara satu dengan yang lainnya, maka disini manusia bertaqwalah yang telah terbangun menjadi pembeda dengan yang lainnya sebagaimana termaktub dalam QS. Al Hujurat: 13.

Ath Thobari rahimahullah berkata, “Sesungguhnya yang paling mulia di antara kalian –wahai manusia- adalah yang paling tinggi takwanya pada Allah, yaitu dengan menunaikan berbagai kewajiban dan menjauhi maksiat. Bukanlah yang paling mulia dilihat dari rumahnya yang megah atau berasal dari keturunan yang mulia.” (Tafsir Ath Thobari, 21:386)

Ibnu Katsir rahimahullah berkata,  “Sesungguhnya kalian bisa mulia dengan takwa dan bukan dilihat dari keturunan kalian” (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 13: 169) maka disinilah jelas manusia dihadapan Allah memiliki brand image,brand identity dan brand integrity.

Brand integrity inilah posisi tertinggi yang dikatan sebagai orang yang muttaqin yang memiliki sifat sifat sebagaimana yang dimiliki junjungan kita nabi agung Muhammad SAW yaitu Sidiq,Fatonah,Amanah dan Tabligh.

Dari perspektif brand integrity dengan identitas  yang terpercaya merupakan jaminan atas konsistensi kinerja makhluq kepada Rabnya.

Dalam artikel ini mengandung pesan bahwa setiap individu harus membangun brand yang baik ; dalam ranah hubungan sesame manusia maupun hubungan kepada Allah SWT. Karena Ketika kita sudah merusak citra diri kita sendiri tidak mudah untuk memperbaikinya. Dan yakinlah Allah akan memberikan kemudahan dalam segala urusan termasuk urusan kehidupan kita di dunia ini.

Allah mengasihi orang yang mudah dalam penjualan, pembelian pelunasan dan penagihan. barangsiapa memberi penangguhan kepada orang yang dalam kesusahan (untuk membayar hutang) atau membebaskannya maka Allah akan menghisapnya dengan penghisapan yang ringan titik barangsiapa menerima kembali pembelian dari orang-orang yang menyesali pembeliannya, niscaya Allah membatalkan (menghapus) kesalahannya pada hari kiamat. (sabda Rasulullah SAW).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *