Opini

Ramadan, Menguji Iman Sekaligus Kreativitas

Oleh Shoma Noor Fadlillah

Datangnya bulan Ramadan tahun 1444H ini rupanya tak hanya menguji keimanan. Namun juga kreativitas manusia.

Ibu-ibu yang biasa memasak di jam sembilan pagi kini setelah berbelanja memiliki waktu luang. Jam efektif sekolah anak-anak juga berkurang. Semua dialami karena kita semua sedang melaksanakan ibadah puasa. Sekolah mendukung ibadah suci ini dengan memulangkan anak-anak lebih awal. Sangat kebetulan sekali dengan rutinitas ibu-ibu yang biasa memasak setelah berbelanja berganti dengan menjemput anak sekolah.

Waktu terasa lebih luang. Selain bisa memperbanyak beribadah, ibu-ibu ini kemudian banyak yang menjajal aneka pekerjaan sampingan. Salah satunya berjualan.

Berjualan ini banyak bentuknya. Ada yang berjualan makanan, berjualan baju, atau bahkan perlengkapan lebaran.

Menarik, karena memang banyak sekali ibu-ibu yang berjualan hanya saat ketika Ramadan. Dari yang saya kenal di medsos, seorang ibu mulai berjualan es buah di hari pertama puasa. Beberapa walimurid yang saya kenal juga mulai memposting jualan snack lebarannya. Ada juga yang berjualan kurma, berjualan baju gamis, atau bahkan pernak-pernik lebaran seperti toples, taplak meja, dan karpet.

Baca juga :  Pak Mu'ti, "Hamba yang Sering Memberi"

Story WhatsApp yang biasa dipenuhi dengan aktivitas pribadi kini dibanjiri dagangan berbau buka puasa dan hari raya.

Saya amati, ide berjualan ini tidak hanya muncul karena menyongsong lebaran di mana kita butuh memoles sudut rumah menjadi lebih indah, tapi juga alasan kebutuhan yang membengkak di bulan ini. Yang sehari-hari biasa makan seadanya, tiba-tiba menginginkan selalu ada takjil unik sebagai penyemangat puasa. Kita juga berkeinginan untuk membagi takjil di mushola, membagi sembako untuk para sesepuh kita, bahkan kita menyiapkan angpau untuk anak-anak kecil yang nantinya datang berkunjung saat lebaran. Semua itu bila dihitung-hitung akan merogoh kocek yang tidak sedikit.

Hal itulah yang saya kira menjadi alasan ibu-ibu di kontak saya mendadak berubah menjadi pedagang. Apalagi dengan ramainya lalu lintas perdagangan di WhatsApp, ibu-ibu ini memiliki trik unik untuk mendongkrak omset.

Mereka yang jago sekali membuat kue, membuka pre order aneka kue. Mereka yang tidak memproduksi sendiri, menjadi reseller ataupun dropshipper.

Sebut saja ibu Ayu. Beliau yang juga punya usaha catering memang selalu menjadi relawan sekaligus penyalur donasi Jumat berkah. Ramadan kali ini, beliau membuka donasi untuk buka puasa gratis di masjid-masjid. Dengan paket makanan produksi sendiri, beliau berhasil berniaga sambil membantu orang-orang bersedekah. Beliau juga menyalurkan sendiri donasi tersebut. Cara ini menarik karena, tidak sengaja, beliau berhasil mengiklankan usahanya ke lebih banyak target konsumen.

Baca juga :  Pengajian Adalah Ruhnya Muhammadiyah

Lain lagi dengan teman saya. Beliau ibu yang biasa membuat aneka coklat hias. Karena suatu alasan beliau tidak dapat memproduksi Ramadan kali ini. Sebagai gantinya, beliau menjual snack branded dengan kemasan toples jar unik. Beda dengan snack branded curah yang biasa dijual dengan kemasan plastik, kemasan yang dipilih teman saya ini juga merupakan magnet untuk menarik customer. Selain menjual makanannya, beliau juga mengajak untuk bergaya hidup minim plastik yang reusable.

Selain itu, ada juga teman-teman yang menjual amplop lebaran dengan gaya unik. Bila tahun kemarin hits-nya amplop lebaran bernuansa snack anak, kali ini sedang viral amplop lebaran model permen. Berawal nonton di Tiktok, teman saya itu mencoba membuat sendiri amplop permen tersebut. Dia mendesain amplop itu dengan imbuhan teks berisi ajakan-ajakan positif seperti, “Alhamdulillah rejeki anak Sholih”. Selain mengingatkan customer untuk berbagi, lewat desainnya, beliau juga mengedukasi anak-anak penerima amplop permen untuk bersyukur, menabung, dan berhemat.

Baca juga :  Pintu

Alhamdulillah, banyak ide baik dari teman-teman yang bisa kita teladani. Alangkah indahnya bila sebagai warga kontak WhatsApp bersedia saling membeli meski sama-sama menjual. Barangkali ikatan silaturahmi di antara para ibu bisa menjadi lebih erat. Barangkali bila ada di antara mereka yang sedang membutuhkan, bisa terlengkapi dengan dagangan atau dengan pembelian kita. Dengan begitu, Ramadan kita bisa teraih maknanya. Bukan hanya untung jualan dalam antusiasme lebaran semata.

*) Guru MI Muhammadiyah Jati Kulon, Kudus.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *