Oleh : Himawan, Ketua PC IMM Periode 2016-2017, Ketua PCPM Gebog
Dinamika politik indonesia menjelang pesta demokrasi tahun 2024 semakin ramai. Kasak kusuk dan dukung mendukung tokoh politik untuk maju dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 mulai memperlihatkan titik terang meskipun jalan masih panjang dan dinamis
Ditengah tembok raksasa Presidential threshold 20 persen, memacu para elit petinggi partai politik bekerja keras untuk mengamankan suara agar dapat bertanding dan bersaing dalam kontestasi pilpres di 2024, oleh karenanya partai politik hari ini tidak bisa leluasa dan bebas untuk menetapkan calon presidennya, maka salah satu cara yang memungkinkan dapat dilakukan oleh partai politik adalah berkoalisi, itu artinya dimungkinkan partai politik berdagang “Kartel” dan disinilah oligarki memainkan perannya.
Ketika suara rakyat Indonesia dipengaruhi dengan elektoral dan janji para tokoh dan elit untuk membawa perubahan yang nyatanya tidak pernah menyasar pada perubahan besar bagi kesejahteraan rakyat. Momentum Pemilu adalah kesempatan yang dimanfaatkan oleh oligarki untuk mendapatkan legitimasi kekuasaan dalam mengendalikan kebijakan dan anggaran publik demi memperbesar keuntungan bagi kelompoknya.
Di lain sisi Menurut Anthony Budiawan, oligarki tentu sudah menyiapkan pilihan capres sendiri, untuk mengamankan kepentingan bisnisnya, sekaligus melipatgandakan kekayaannya. Tentu saja oligarki akhirnya yang menentukan, siapa capres yang harus didukung oleh para “kartel” parpol. Karena oligarki yang akan mendanai biaya pilpres yang sangat mahal.
Menariknya Oligarki tentu sudah menyiapkan seribu langkah yang memungkinkan untuk melanggengkan kekuasaannya dengan berada dibelakang setiap calon presiden dan wakil presiden. Oligarki juga akan berusaha keras untuk memastikan peserta yang ikut bertanding terbatas. Artinya, sana-sini ok: capres manapun yang menang tidak ada masalah, karena semuanya di bawah kendali oligarki. Maka yang terjadi adalah rakyat mau tidak mau dipaksa memilih diantara calon pemimpin yang notabene dalam bayang-bayang cengkraman oligarki, dan itu artinya pilpres 2024 sudah selesai.
Parpol dan Rakyat bisa apa?
Menurut Jeffrey A. Winters, runtuhnya demokrasi paling terlihat dalam kesenjangan ekonomi yang semakin besar antara kelas bawah dan kelas atas. Disparitas ini merupakan akibat dari oligarki yang memonopoli kekayaan nasional. Selain itu, beberapa kelompok politik yang muncul didukung oleh miliarder. Akibatnya, Indonesia memiliki banyak sistem politik dinasti. Lebih tepatnya, Winters berpendapat bahwa sistem Indonesia merupakan sintesis dari unsur unsur demokrasi dan oligarki (Tempo, 2021).
Dalam hal ini Prof. Azzumardi Azra, menegaskan pentingnya memobilisasi kesadaran dan kewaspadaan warga terhadap bahaya oligarki. Juga perlunya membangun sikap asertif warga menolak setiap bentuk oligarki politik dan oligarki ekonomi-finansial yang sangat merugikan negara-bangsa.
Maka, menjadi tugas kita bersama terutama civil sosiety dalam upaya menyadarkan konstituen yang cerdas dan berkualitas, rakyat menjadi pionir demokrasi diharap mampu menjadi corong dan teladan ditengah kemrosotan dan kedangkalan moral dalam iklim demokrasi kita, serta upaya membangun kesadaran dan kepercayaan. Karenanya memantapkan diri dengan kesungguhan tekad dan gerakan aktif dan masif adalah langkah kongkrit yang bisa kita cicil sedikit demi sedikit untuk masa depan Indonesia yang mencerahkan.