Oleh Nuruz Zaman*
Setiap memasuki bulan Agustus, masyarakat memasang bendera di depan rumah. Minggu berikutnya, jalan dan gang masuk pemukiman hingga tembok rumah dihias dengan beraneka gambar dan tulisan bertema kemerdekaan. Paling banyak adalah gambar Soekarno dan tulisan Merdeka. Namun ini baru “pemanasan” saja.
Saat Agustus sudah sepertiga jalan, biasanya suasana semakin hangat. Masyarakat menggelar aneka lomba secara swadaya. Lagu tujuh belas Agustus tahun empat lima, itulah hari kemerdekaan kita menjadi trending di tiktok maupun kanal social media lainnya. Tua, muda, anak-anak hingga lansia larut dalam euphoria merayakan peringatan kemerdekaan Indonesia.
Tapi, tahukah Anda bahwa kemerdekaan Indonesia yang kita peringati setiap tanggal tujuh belas Agustus adalah buah dari begadang dan kenekatan para pemuda? Bagaimana tidak, teks proklamasi yang singkat, jelas dan tegas itu dirumuskan dan didebatkan secara marathon sejak tanggal 15 Agustus hingga tanggal 17 Agustus 1945.
Dan sebenarnya, kemerdekaan Indonesia sudah “direncanakan” tanggalnya dan akan “dihadiahkan” oleh Jepang sebagai “Saudara Tua”. Bukan pada tanggal 17 Agustus, tapi 24 Agustus. Untuk merealisasikannya, maka pada tanggal 7 Agustus 1945, Jepang membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau PPKI.
Panitia ini, diwakili Soekarno, Hatta dan Radjiman sudah berkoordinasi dengan Pemimpin tertinggi Jepang untuk Asia Tenggara, Jenderal Terauchi. Tidak main-main, pertemuan itu dilaksanakan di Vietnam dalam situasi yang genting dan penuh bahaya. Karena itu, para tokoh ini demikian percaya kepada janji Jepang yang akan menghadiahkan kemerdekaan kepada Indonesia.
Namun, berkat kenekatan para pemuda, akhirnya sejarah berkata lain. Indonesia merdeka bukan pada 24 Agustus, tapi pada 17 Agustus 1945. Indonesia tercatat sebagai satu-satunya Negara di Asia Tenggara yang kemerdekaannya bukan hasil give away Penjajah, namun direbut dan diperjuangkan seluruh rakyat Indonesia, kemudian diproklamirkan oleh Soekarno – Hatta atas nama bangsa Indonesia.
Begadang Berbuah Kemerdekaan
Awal Agustus 1945, Jepang mengalami kekalahan dari Sekutu di seluruh Asia Pasifik. Dua kota utama mereka, Hiroshima dan Nagasaki, luluh lantak dibom atom oleh AS. Puncaknya, Kaisar Hirohito, pemimpin tertinggi Jepang akhirnya menyerah kepada Sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945.
Para pemuda Indonesia yang melek politik pergerakan dan memiliki akses teknologi informasi, saat itu terus menyimak berita dan perkembangan geopolitik internasional. Melalui radio BBC London, mereka akhirnya mengetahui bahwa Jepang telah menyerah, sepenuhnya takluk kepada Sekutu.
Para pemuda yang dimotori oleh Sjahrir mendesak tokoh senior untuk memploklamirkan kemerdekaan sesegera mungkin, dalam kesempatan terdekat yakni pada tanggal 16 Agustus. Sementara para tokoh tua atau senior bersikukuh untuk rapat dulu, menurut mereka kemerdekaan sebuah bangsa bukan perkara main-main , karena ituharus disiapkan dengan matang. Perdebatan ini tak kunjung usai, masing-masing pihak bersikukuh dengan pendiriannya.
Khawatir bahwa para tokoh tua terpengaruh dengan janji manis dan tipu daya Jepang, maka pada tanggal 16 Agustus pukul 03.00 WIB, Soekarno dan Hatta kemudian diculik dari kediamannya dan dibawa ke Rengasdengklok oleh para pemuda. Rengasdengklok adalah sebuah tempat di sekitar Bekasi yang berjarak 80 km dari Jakarta. Di tempat ini, Soekarno dan Hatta melakukan brainstorming dengan para pemuda.
Setelah melalui proses diskusi yang cukup alot, akhirnya disepakati bahwa kemerdekaan Indonesia akan diproklamirkan sebelum tanggal 24 Agustus 1945. Sore harinya, Ahmad Subardjo menjemput Soekarno dan Hatta untuk kembali ke Jakarta.
Malam harinya rombongan Subardjo, Soekarno dan Hatta berangkat ke Jakarta dan tiba di Jalan Pegangsaan Timur pada pukul 11 malam. Soekarno, Hatta, Subardjo dan beberapa tokoh pemuda melanjutkan begadang untuk menyusun naskah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia.
Singkat cerita, esok hari atau tepatnya tanggal 17 Agustus 1945 pukul 10.00 di Pegangsaan Timur No. 56, Jakarta diselenggarakan proklamasi kemerdekaan Indonesia oleh Soekarno – Hatta atas nama Bangsa Indonesia.
Belajar dari kisah ini, pertentangan antara tokoh muda dan tua telah mewarnai sejarah Indonesia, bahkan sebelum bangsa ini merdeka. Para pemuda selalu hadir dan mengambil peran dalam setiap momen krusial yang menentukan perjalanan bangsa. Soekarno pernah berpesan, “Beri Aku 1000 orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya. Beri aku 10 pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia!”
Jika kita tarik pada kondisi terkini, maka Pemilu 2024 adalah momen penting perjalanan bangsa kita ke depan. Per Juli 2023, KPU merilis data bahwa lebih dari 50% pemilih adalah generasi milenial dan generasi Z. Pemilih dari generasi milenial (lahir antara tahun 1981-1996) sebanyak 68.822.389 orang dan generasi Z (lahir antara 1997-2012) sebanyak 46.800.161 orang.
Jika dengan sepuluh pemuda saja, Bung Karno berseloroh akan mengguncang dunia, maka dengan 100 juta pemilih muda yang mengedepankan nurani dan mengutamakan kepentingan bangsa, fainsya Allah Indonesia akan menjadi suluh peradaban dunia. Dirgahayu RI, Selamat Ulang Tahun ke-78. Merdeka, merdeka, merdeka!!!
*Penulis adalah Wakil Ketua PDM Kudus
Referensi kisah: kumparan