Oleh : Ahmad Kholil
Perhelatan akbar di Muhammadiyah dan Aisyiyah Kabupaten Kudus sudah selesai. Musyawarah Daerah (Musyda) yang digelar hari Sabtu-Minggu, 6-7 Mei 2023 di Crystal Building UMKU telah usai. Ketua PDM terpilih merupakan wajah lama yang sebelumnya juga menjadi anggota PDM, Bapak Noor Muslikhan. Yang sudah dikenal sebagai kyai.
Periode sebelumnya, ketua PDM Kudus dipegang Bapak Achmad Hilal Madjdi. Dia sudah dua periode menjabat. Bahkan mendapatkan bonus dua tahun akibat ditundanya musyda karena pandemi covid, 2010-2022. Meskipun diperbolehkan untuk jabatan kali ketiga, tapi dia menolak. Dia memilih membantu ketua berikutnya untuk mengembangkan Muhammadiyah di Kudus.
Ketua PDM Terpilih, Bapak Noor Muslikhan mendapatkan 160 suara dari total 187 suara yang masuk. Hampir dominan. Dia terkenal sebagai ustadz. Kalau di Muhammadiyah dijuluki Mubaligh. Sering mengisi kajian di cabang dan ranting.
Terakhir, saya pernah menjadi makmumnya ketika Sholat Idul Fitri. Begitu khusyuk. Bacaan Al Fatihahnya merdu. Halus sekali. Meskipun saya menikmati, tapi barisan ibu-ibu sempat galau. Khususnya yang membawa anak kecil ke lapangan. Sebab, surat yang dibaca di rekaat pertama adalah Surat Al-Luqman, dibaca utuh. Hehe. Meskipun begitu, semua menikmati bacaan dan khotbah dari warga Pasuruhan Lor, Kecamatan Jati ini.
Muhammadiyah merupakan ormas Islam yang selalu mengedepankan prinsip berkemajuan. Sehingga, sangat tepat jika dipimpin seorang kyai yang memahami ilmu agama. Pak Noor Muslikhan juga didampingi sekretaris dari seorang birokrat, Pak Zulfa Kurniawan, yang akrab disapa Mas Iwan.
Mas Iwan juga bukan wajah baru. Dia juga anggota PDM periode sebelumnya. Jabatannya pun sama, sekretaris. Pleno PDM kemarin ternyata kembali mengamanahkan beliau sebagai sekretaris. Mungkin karena tangan dinginnya. Di birokrasi, dia menjabat sebagai Kabid Anggaran di DPPKAD Pemkab Kudus. Memang bekerjanya lebih banyak dibalik meja, alias memelototi laptop. Sehingga, diharapkan mampu membantu ketua dalam bekerja lebih sat set lagi.
Di dalam musyda kemarin, sebelum memilih ketua dan sekretaris, peserta terlebih dulu memilih 11 orang formatur. Ke-11 orang inilah yang memilih ketua dan sekretaris.
Dan seperti yang sudah sudah di dalam Muhammadiyah, di musyda ini tidak ada hiruk pikuk. Bahkan, sorak antar pendukung juga tidak terlihat. “Lho, wes diumumkan kok ora ono sorak sorak pendukung atau yang protes? Mosok angger ngono,” ujar salah seorang wartawan yang meliput acara musyda dengan terheran-heran.
Ya, memang seperti itulah kebiasaan di Muhammadiyah. Yang tidak terpilih langsung legowo. Dan yang terpilih tidak lantas bergembira ria. Justru mereka merasakan beban berat yang bakal dipikul setelah ini.
Meskipun ada kejadian unik, yakni adanya “prank” dari panitia pemilihan (panlih), khususnya dalam menampilkan pemenang 11 formatur pun, tak lantas membuat peserta protes dan sampai melempar kursi seperti yang ada di pemilihan lainnya. Benar-benar aman dan kondusif.
“Prank” dari panlih ini bukanlah disengaja. Kebetulan salah satu tim IT salah menge-short 11 nama suara terbanyak. Dan itu sempat dibacakan nama-namanya kepada peserta musyda. Dengan jumlah tertinggi 98 suara yang diperoleh Nuruz Zaman. Akhirnya, dari panlih meralatnya. Peserta pun sempat hening dan tegang hampir 20 menit, karena menunggu panlih meralat. Setelah dibacakan hasil aslinya, peserta pun akhirnya menerima. Sekali lagi, tanpa protes kepada panlih.
Lantas, apakah benar tidak ada gerakan sebelum musyda untuk memenangkan calon yang diusung? Jika membahas itu, jawaban yang jujur tetap ada. Tapi memang smooth. Bahkan ada yang bergumam kepada saya: “Musyda Muhammadiyah Kudus kali ini benar-benar luar biasa. Membuat tegang. Tidak seperti sebelumnya.”
Tapi, sekali lagi, meskipun ada gerakan, itu semata-mata hanyalah dinamika di dalam organisasi. Yang tujuannya membuat persyarikatan Muhammadiyah di Kudus lebih maju lagi. Dan itu wajar.
Ke-11 formatur yang terpilih, 6 orang merupakan wajah lama (periode sebelumnya), dan 5 orang wajah baru. Kelima wajah baru ini merupakan darah segar. Masih muda-muda. Usianya di bawah 50 tahun. Bahkan ada yang baru berusia 35 tahun, yakni M. Abdur Rozaq, yang merupakan Ketua PDPM Kudus.
Selain M. Abdur Rozaq, ada juga Ustadz Jamaludin Kamal, kepala SD Birrul Walidain yang terkenal bertangan dingin di dunia pendidikan. Buktinya bisa memajukan SD yang dipimpinnya menjadi sekolah yang cukup diperhitungkan di Kudus.
Ada juga Anggota DPRD Kudus, Mas Budiyono. Orangnya energik. Sebelumnya, di Muhammadiyah Kudus dia menjabat ketua LHKP PDM. Termasuk juga Ustadz Nadhif, mubaligh muda yang menjadi direktur Ponpes Muhammadiyah Kudus.
Darah segar yang terakhir, ada Kang Nuruz Zaman, yang dikenal sebagai birokrat dan aktivis IMM yang jaringannya tidak diragukan lagi.
Ke-11 formatur yang terpilih ini, komposisinya tepat. Ada akademisi, birokrat, politisi, kyai, dan lainnya. Jika ada yang bilang, anak muda terkadang terlalu gas, hal itu mungkin ada benarnya. Tapi di PDM Kudus ini bisa diimbangi rem dari para senior. Sehingga, lajunya tetap mulus tanpa menabrak.
PR ke depan di PDM Kudus masih banyak. Salah satunya bagaimana menyejahterakan guru dan karyawan yang bekerja di AUM. Mengingat, masih banyak yang upahnya di bawah UMR. Termasuk meningkatkan SDM para gurunya supaya lebih baik lagi dalam mengajar siswa. Tak lupa untuk terus berkhidmat bagi warga Kudus dan sekitarnya melalui kerja kerja sosial keagamaan. Semoga amanah hingga selesai. (*)