Oleh Nuruz Zaman
Istilah open space kini kian popular. Di berbagai kota di Indonesia, khususnya di kota besar, semakin banyak rumah dan kantor yang mengadopsi konsep open space atau ruang terbuka tanpa sekat dalam desainnya. Selain terlihat lebih luas dan longgar, konsep open space juga memberi kesempatan terjadinya interaksi dan kolaborasi diantara para penghuninya. Dalam jangka panjang, hal ini dipercaya meningkatkan kinerja dan produktivitas.
Ruang terbuka atau ruang publik merupakan keharusan dalam sebuah kota. Kota-kota klasik menggunakan ruang terbuka kota sebagai tempat masyarakat bertemu, berkumpul dan berinteraksi baik untuk kepentingan keagamaan, perdagangan maupun membangun pemerintahan.
Dalam kehidupan sosial masyarakat, adanya ruang terbuka memiliki fungsi penting yang sangat tergantung dari latar budaya dan kebiasaan masyarakatnya. Ruang terbuka memiliki tiga fungsi sekaligus, yaitu fungsi sosial, kultural dan ekologis.
Fungsi sosial dan kultural ruang terbuka adalah sebagai tempat untuk bertemu atau melakukan perjumpaan dan interaksi yang sifatnya fisik. Diantara semakin padat dan berhimpitnya bangunan, keberadaan ruang terbuka menjadi hal yang mewah bagi masyarakat.
Ruang terbuka menjadi tempat pertemuan bagi masyarakat tanpa membedakan agama, usia, gender maupun kelas sosial. Semua interaksi tersebut menjadi perekat komunitas yang ada di sekitar ruang terbuka. Ruang terbuka juga bisa dimanfaatkan sebagai sarana bermain maupun olahraga bagi masyarakat.
Ruang terbuka atau bangunan arsitektur yang memenuhi kriteria sebagai ruang terbuka juga memiliki fungsi kultural, sebagai penanda atau ikon sebuah kawasan atau kota. Tak jarang, ikon tersebut bisa menjadi sarana promosi sebuah kota atau kawasan karena keunikan arsitekturnya.
Fungsi selanjutnya yaitu fungsi ekologis atau memberi nafas diantara sesak dan sempitnya ruang. Menjadi oase di tengah padatnya bangunan yang tak jarang semua areanya dihabiskan. Adanya ruang terbuka yang memiliki pepohonan selain menjadi sumber oksigen juga menjadi area peresapan dan jalan kembali air hujan ke bumi pertiwi.
Grha Pemuda Muhammadiyah
Di Kudus, kota kecil yang belakangan ini mencanangkan diri sebagai Kota Empat Negeri ada sebuah bangunan unik dengan desain klasik Eropa. Bangunan ini bernama Grha Pemuda Muhammadiyah Getassrabi yang terletak di desa Getassrabi, Gebog, Kudus. Bangunan ini memiliki fungsi sosio kultural, rekreatif dan sekaligus ekologis.



Grha Pemuda Muhammadiyah menjadi tempat pertemuan masyarakat tanpa membedakan agama atau afiliasi keagamaan, gender maupun usia, semua bisa mengadakan kegiatan dan berolahraga di Grha Pemuda Muhammadiyah. Hamper setiap malam gedung ini digunakan untuk olahraga bulutangkis. Bahkan Ibu-ibu Aisyiyah Getassrabi memanfaatkannya untuk kegiatan senam bersama setiap hari minggu pagi.
Fungsi ekologis juga diperankan dengan baik, yaitu adanya ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non hijau yang mencapai hamper separuh luas lahan. Terdapat pepohonan untuk menyerap karbondioksida dan menghasilkan oksigen, serta ada lahan resapan berupa paving dan rerumputan. Bangunan juga mengandalkan ventilasi dan pencahayaan alami untuk meminimalisir penggunaan listrik yang pada akhirnya menurunkan kontribusi gedung ini terhadap terjadinya pemanasan global.
Karena dimiliki dan dikelola oleh Muhammadiyah maka selayaknya fungsinya bisa ditambahkan untuk pengkajian dan diskusi keagamaan, dakwah komunitas hingga perkaderan untuk mencetak generasi pelangsung dan penyempurna Muhammadiyah.
*Penulis adalah Wakil Ketua PDM Kudus