Cerpen Refleksi Jelang Muktamar Muhammadiyah Ke-48
Episode 2
Alfamart, Logmart dan Kiamart Entrepreneur Muhammadiyah
Alfamart dan Senyum Manis Kasir
Ting toonggg…,
“Selamat datang di Alfamart, selamat belanja,” sapa seorang kasir ketika aku membuka pintu kaca itu
Langsung saja kutimpali dia, ‘’hlo kok mbaknya tau nama saya Selamet?”, tanyaku polos.
“Selamat kak bukan Selamet, selamat belanja,” jawab kasir itu diiringi senyum manisnya.
“Ooh kirain, sudah besar kepala saja aku,” (bisikku dalam hati).
Kulanjutkan langkahku menuju rak-rak yang tertata rapi itu, kuambil sebotol air mineral lalu menuju kasir untuk membayar. Di depan monitor itu masih mbak yang tadi, kulihat name tag di atas saku bajunya, Adinda namanya, sejurus kemudian dia berkata, ‘’mau tambah apa lagi kak?’’
“Sudah itu saja,” jawabku,
“Gak sekalian tambah pulsanya kak?”
“Tidak mbaak,” jawabku agak ketus
“Kalo tambah nomor wa saya gimana?’’
Khaaa, nafasku seketika terhenti, dadaku dag dig dug, kepalaku serasa berputar seperti orang lagi thowaf.
Tiba tiba… suara keras memanggil, Le…, tangi le.., wis adzan subuh ki hloo, panggil si mbokku.
“Hffff, ternyata mimpi…”
Logmart dan Senjakala Entrepreneur Muhammadiyah
Hari ini tanggal merah, jadi aku libur kerja. Ritual pagiku minum secangkir kopi sambil menikmati rondo royal jajan pasar dari si mbok. Ketika sedang nyeruput kopi itu, mataku tertuju pada majalah yang ada di atas meja, yaa, majalah Suara Muhammadiyah. Keluargaku memang langganan majalah ini sejak lama. Perhatianku tertuju pada sampul depan, headline-nya Logmart: Solusi Belanja Murah.
Aku mulai membaca halaman demi halaman, namun penasaranku belum usai. Seperti biasa, aku langsung buka laptop dan berselancar. Sebenarnya aku ingin coba mampir ke Logmart, namun di kota tempatku tinggal belum ada. Jadi alternatifnya ya internet.
Secara umum Logmart tidak beda jauh dengan mart-mart lainnya, menjual barang-barang kebutuhan pokok sehari hari. Dalam kebijakannya, harus ada produk UMKM sebesar 35%. Apakah angka itu sudah terpenuhi? Jikapun sudah, apakah produk-produk itu berasal dari jaringan UMKM Muhammadiyah?
Logmart tentu tidak mau produk yang ada didalamnya dibanjiri oleh produk-produk seperti yang ada mart-mart yang lain bukaan?
Pertama tentu kita apresiasi atas hadirnya Logmart, ini merupakan terobosan baik. Meski demikian, menurutku harus lebih radikal.
Begini maksudku, ketika aku berselancar di logmart.id masih banyak produk yang berasal dari luar. Sebagai contoh, sabun mandi, aku yakin barang ini setiap hari kita pakai. Namun tak satupun produk sabun mandi aku jumpai yang berasal dari produksi jama’ah.
Apakah kita tidak mampu memproduksinya? Bikin sabun gak gampang hlo, harus pakai bahan ini itu. Eits, jangan lupa, semua itu diawali dengan riset, ilmu dan pendidikan.
Apa ya kurang Fakultas Kesehatan di kampus-kampus Muhammadiyah untuk melakukan riset? Tentulah tidak.
Lalu apa? Sederhana saja, karena Entrepreneurship belum menjadi mainstream di kampus Muhammadiyah. Padahal, jika produk ini direalisasikan, tentu tidak hanya nangkring di rak Logmart, namun bisa didistribusikan ke Rumah Sakit Muhammadiyah untuk digunakan para pasien. Banyak bukan?
Berikutnya, spidol, aku masih menjumpai spidol disana, mereknya pasti kamu sudah tau, ya betul, Manusia Salju (terjemahkan bahasa inggrisnya). Masak siih kita ga bisa bikin spidol? Darimana mulainya, riset lagi, apa juga masih kurang Prodi Kimia kita? Tentu tidak.
Lalu apa yang kurang? Lagi-lagi soaaal, iya betuuul…., spidol tentu dibutuhkan oleh ribuan papan tulis di sekolah dan kampus Muhammadiyah. Truck aja gandengan, masak kamu enggak, eh masak papan tulis enggak, maksudku.
Aku membayangkan kedepan produk-produk Logmart dipenuhi oleh produk jama’ah dan berkualitas.
Startup Teknologi; Layu Sebelum Berkembang
Nah sekarang coba kita bergeser ke topik yang lebih heavy, Entrepreneur dan Startup Teknologi. Menurut data dari Techinasia, dana yang mengalir untuk Startup di Indonesia periode 2019-2022 nilainya mencapai 526,800,000 (in US$).
Salah satu Startup yang kita kenal adalah Ruang Guru, startup pendidikan yang dibalut dengan inovasi teknologi. Ketika Ruang Guru mulai viral, dalam hatiku berbisik, ‘’duuh ini sih makanannya Muhammadiyah tiap hari, harusnya Mu yang bikin beginian’’.
Tentu tidak mudah mendirikan sebuah startup, mesti dibekali dengan skill, pengetahuan, dan tentu saja mindset entrepreneur.
Kriiinggg…., HaloDoc
Startup kesehatan yang juga dibungkus dengan balutan inovasi teknologi, sekarang jadi mainstream.
“Hmm ini sih juga makanannya Muhammadiyah, secara punya banyak rumah sakit gitu loh, hik hik…”
Beberapa waktu lalu aku juga merancang sebuah startup, ikutan acara Gerakan 1000 Startup Digital dari Kominfo, bahkan juga sudah daftar di event The Ultimate Startup Challenge dari Foundr Australia, hmm tapi sayang, nasibnya seperti judul lagu Bang Haji Rhoma Irama, Kandas, gegara gak ada Hacker, padahal sudah invite teman-teman dari Fakultas Informatika di kampus-kampus Muhammadiyah, tapi belum ngeh.
Rasa-rasanya Muhammadiyah mesti menggalakkan paradigma entrepreneurship dan menjadikannya mainstream di sekolah dan kampus Muhammadiyah, dengan membangun pusat-pusat inkubasi startup, bikin event hackathon, dsb.
Syukur jika pada Muktamar mendatang ada event Muhammadiyah Startup Summit. Bila tidak, bisa bisa Kiamat Entrepreneur Muhammadiyah, layu sebelum berkembang.
Eh, atau sudah ada ya kultur entrepreneur, inkubasi startup dan hackathon itu? Alhamdulillah….
Yedi Mulya Permana