Kabar JatengKares SemarangOpini

Ngaji “Bareng” Prof. Abdul Mu’ti

Orang daerah mengundang tokoh pusat sebagai pembicara itu sebuah pertaruhan antara sukses dan gagal.😇 Banyak variabel berkelindan yang dianggap sebagai argumen sang tokoh (dengan sangat terpaksa) membatalkan acara ke daerah.

Kekhawatiran sering menghantui pikiran penyelenggara berdasarkan pengalaman “gagal hadir” di berbagai wilayah, entah karena faktor teknis atau politis. Meskipun penetapan jadwal kegiatan sesuai dengan permintaan si pembicara, tetapi kepositifan kehadiran tetap diragukan.

Setidaknya, semalaman panitia kurang nyenyak tidur memikirkan kepastian kedatangan Pimpinan Pusat (PP) Muhamadiyah di Salatiga. Secermat apa pun perencanaan panitia, harus memaklumi kejadian di luar prediksinya.☹️

Target PDM dalam kegiatan “Milad Muhammadiyah dan Gebyar Muktamar” adalah mempersandingkan tokoh Pimpinan Pusat, Wali Kota, dan Rektor UIN Salatiga (Prof. Dr. Zakiyuddin Baedhawi, M.Ag.) dalam satu majelis. Kehadiran jajaran Forkopimda, tokoh MUI, FKUB, dan tokoh lainnya menambah legitimasi pentingnya acara tersebut. Pesan sambutan singkat Ketua PDM hanya satu: mohon doa restu kepada para petinggi dan anggota masyarakat yang hadir tentang keinginan Muhammadiyah mendirikan RSU PKU di Kota Salatiga.

Peran Sutomo, M.Ag. (Direktur Perguruan Muhammadiyah Kota Salatiga) sebagai narahubung sangat piawai, luwes, “cekat-ceket”, dan tuntas tugasnya. Kerja anggota panitia cukup cerdik dan terlatih untuk even besar, khususnya penataan ruang dan sound system lumayan bagus.

Para senior Majelis Dikdasmen paham detail seremoni formal dan barisan anak muda dapat mempelajarinya. Paduan suara tampil memukau dengan seragam barunya. Nyanyian lagu “Indonesia Raya” diiringi dengan musik (Mas Ryan) sangat mantap dan gelegar suaranya menambah gairah dan energi baru dalam membangkitkan rasa patriotisme.

Lagu “Sang Surya” paling mudah untuk menggugah memori berkhidmat para warga dan rasa cinta terhadap Muhammadiyah. Cermati para perempuan berseragam ‘Aisyiah saat menyanyikan dua lagu wajib, pastilah air mata menetes, karena keharuan terhipnotis dengan syair dan romantisme lagu 🎶 nya. 😥😊🙂

Baca juga :  Resmikan Masjid Baitussalam Bae Kudus, Prof Mu’ti Singgung Peran Penting Masjid Bagi Dakwah Islam

Cuaca mendung nan gelap di halaman SD Muhammadiyah Plus Kota Salatiga (Sabtu, 13 Agustus 2022) menimbulkan rasa “waswas” 😚 yang mengurangi keceriaan jemaah. Untunglah, Bapak Drs. Sinoeng Nugroho Rachmadi, M.M. cukup lihai menarik perhatian audiens dengan mengambil kata hikmah budaya Jawa, sesuai bahasa pendengarnya. Sambutan ringkas padat diselingi humor segar😄😁😁 sebagai trik Wali Kota untuk mengubah suasana lebih hidup. Pj. Wali Kota 2022-2024 ini mempunyai talenta pinter bicara, komunikatif, mengutamakan kontak hati dengan audiens, tidak dihalangi dengan sambutan tertulis dalam kertas teks.

Prof. Abdul Mu’ti adalah salah satu tokoh PP Muhammadiyah yang menjadi primadona panggung dakwah di wilayah Indonesia. Pilihan kata dalam bertutur, runtut, enak didengar, dan komunikatif. Para ibu ‘Aisyiyah gandrung dengan dakwah model Mas Mu’ti, tidak provokatif, dan selalu dibumbui guyon segar. Durasi waktu 70 menit terasa singkat, pendengar bergeming di ruang halaman sekolah yang berubah makin gelap.

Prof. Mu’ti menyambangi ranting kecil, dan cabang-cabang sejak usia muda, jauh sebelum masuk jajaran PP. Pengalaman panjang bergulat dalam dakwah menjadi modal kepiawaian mengolah kata yang dapat menggugah emosi jemaah.

Sekretaris PP Muhammadiyah ini tidak terbawa arus model dagelan dakwah campur saru 😩 untuk hiburan pendengarnya. Mas Mu’ti menghindari dakwah agitatif yang cenderung mengobok-obok emosi umat ruwet dalam suasana cemas, genting, dan penuh kecurigaan terhadap pemeluk lain.

Sebaliknya, Mas Mu’ti menghayati fokus dakwah yang berintikan menggembirakan jemaah gemar beramal, untuk membedakannya dengan dai yang punya syahwat tinggi memaki-maki kelompok lain. Guru besar UIN Jakarta ini menjunjung etika dakwah gerakan Muhammadiyah yang inklusif untuk konteks masyarakat Indonesia, tidak berisik, dakwah yang telah berhasil ditanamkan oleh assabiqul awwalun (pendahulu), kiai Muhammadiyah sehingga mampu bertahan lebih dari satu abad.

Baca juga :  Pasamuan Ta'sis Menara Kudus Hadirkan Sekum PP Muhammadiyah

Pengajian itu esensi kegiatan dakwah kepada warganya, sehingga komitmen bermuhammadiyah secara kaffah dapat terbentuk melalui proses internalisasi nilai secara rutin berkesinambungan. Para kader militan dapat menghargai dan menghayati aktivitas pengajian tatap muka langsung, seperti kewajiban salat atau wajib apel bagi pegawai. Konten pengajian bukan hal utama, yang terpenting para warga dapat jumpa sapa, bersilaturahmi sebagai satu korps Muhammadiyah.

Dalam bahasa politik, pengajian itu bentuk paling sederhana untuk menghitung “jumlah kepala” (pinjam istilah yang dipakai Ketua PWM). Kontradiksi psikologis sering muncul antara “cinta ilmu” warga Muhammadiyah dengan keengganan menghadiri pengajian konvensional.

Idealnya, wadah pengajian melalui daring dipandang lebih efektif untuk menggaet jumlah warga Muhammadiyah perkotaan menyukai pengajian. Model pengajian daring adalah sebuah keniscayaan dan pengajian luring bagi warga Muhammadiyah perlu dimodifikasi lebih intensif agar makin terbuka simpati warga untuk mengikutinya. Solusi cepat dengan mengundang dai profesional dari luar kota (termasuk PWM dan PP) dan publikasi dari berbagai media dipandang paling mudah untuk meraup jumlah audiens lebih besar.

Warga Muhammadiyah itu minoritas dari sisi jumlah, maka penyakit bawaan anggotanya yang kurang percaya diri sering kambuh saat bergaul dengan masyarakat luas. Implikasi lebih luas untuk program representasi calon legislatif sulit diramalkan, karena “bingung”🤔🤕 diperebutkan berbagai partai.

Pada sisi lain, sering dipertanyakan bagaimana jumlah sumber daya manusia (SDM) terbatas dapat mengangkat pamor bagus Muhammadiyah secara signifikan pada lini pendidikan dan kesehatan? Internal warga persyarikatan bisa jadi geleng-geleng kepala tidak percaya dan sulit menjawabnya. “Warga persyarikatan itu bukan kelompok konglomerat, kelompok “aghniya” (orang kaya) relatif kecil jumlahnya.” Mayoritas anggotanya, guyon Mas Mu’ti, adalah “saudara”😄 bukan “saudagar”.🤔

Baca juga :  Hadir di Mata Najwa Spesial Muktamar, Prof Mu'ti : Muhammadiyah dan NU mampu menjaga kerukunan

Sedikitnya tiga hal disampaikan Sekretaris PP tentang nilai esensial dalam gerakan Muhammadiyah: budaya kedermawanan, amanah, dan tertib organisasi. Penjelasan contoh konkret dan data empirik berdasarkan pengalaman langsung di sejumlah daerah yang dikunjungi melengkapi uraian detail ceramah Sekretris PP.

Jemaah disadarkan bahwa “kedermawanan dan gemar infak” adalah budaya Muhammadiyah yang berurat berakar dari pesan moral Al-Qur’an (Al-Baqarah [2], 261). Saking biasanya berderma, infak, sedekah dalam rutinitas keseharian sudah menjadi gaya hidup para santri dan pendukung Kiai Ahmad Dahlan. Dampak kedemawanan warga, kepemimpinan yang amanah, dan manajemen organisasi yang tertib menghasilkan produk luar biasa amal usaha Muhammadiyah dalam kontribusi membangun bangsa.

Aktivitas pengajian dalam berbagai bentuk variasinya (akbar, asghar, daring, luring, konvensional, nyata, maya, individu, organisasi, dll) merupakan salah satu produk masyarakat muslim dalam upaya penyiaran agama Islam. Para penggiat dan kader Muhammadiyah dari berbagai lini perlu koordinasi sinergis untuk menghidupkan wadah Majelis Tabligh yang powerfull (bertenaga) untuk memperkuat barisan dakwah Muhammadiyah yang adaptable dengan konteks zamannya.

Ruh Muhammadiyah itu di Majelis Tabligh dan Tarjih, maka dua lembaga ini menjadi parameter warna Muhammadiyah di daerah masing-masing. Arah kiblat Majelis Tabligh di berbagai daerah bisa jadi oleng ke arah kanan atau kiri, harus kembali kepada semangat menggerakkan pengajian yang selaras dengan khittah awal dan selalu adaptif dengan konteks zamannya.

Imam Sutomo Salatiga

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *