Oleh : Salvi Immawan*
Permusyawaratan tertinggi di Muhammadiyah atau Muktamar dalam setiap periodenya selalu menjadi permusyawaratan teladan, baik di internal Muhammadiyah maupun dalam konteks lebih luas menjadi teladan bagi organisasi lain di skala nasional. Namun demikian kita tidak bisa menafikan bahwasanya permusyawaratan tertinggi organisasi otonom Muhammadiyah kadangkala tidak mencerminkan identitas Muhammadiyah, ada saja satu dua kejadian pelanggaran aturan maupun kericuhan dalam permusyawaratan di tingkat ortom, baik di pusat, wilayah maupun daerah.
Tulisan ini ditujukan untuk membenahi ketidakteraturan yang terjadi saat permusyawaratan tertinggi organisasi otonom Muhammadiyah tingkat daerah di kabupaten Kudus, khususnya di lingkup Angkatan Muda Muhammadiyah. Sepanjang pengalaman saya berkecimpung di ortom, banyak kasus ketika permusyawaratan tertinggi dilaksanakan, pelaksanaannya tidak sesuai Anggaran Dasar (AD) maupun Anggaran Rumah Tangga (ART).
Diantara ketidaktaatan ortom tingkat daerah kepada konstitusi organisasi, kasus yang banyak terjadi adalah pelanggaran terhadap Anggaran Rumah Tangga. Bukan bermaksud untuk menyudutkan pihak-pihak tertentu, tetapi untuk membenahi agar kasus serupa jangan sampai terjadi lagi di kemudian hari.
Sebelum membahas lebih jauh, penulis fokuskan contoh kasus kepada ortom IPM dan IMM. Mohon ijin kepada kader saya Ahmad Nuhron (Ketua PD IPM Kudus sekarang) dan Noor Rochim (Ketua PC IMM Kudus sekarang) untuk mengungkapkan kejadian di masa lalu.
Kesalahan yang sering dilakukan ortom dalam persiapan permusyawaratan tertinggi yang pernah saya temui diantaranya sebagai berikut.
1. Undangan dikirim Terlambat
Dalam ketetapan ART IPM, undangan Musyda dan Konpida selambat-lambatnya dikirim satu bulan sebelum berlangsungnya acara. Akan tetapi, hal ini kadang luput dari perhatian PD IPM sehingga masalah ini diangkat dalam forum Musyda yang berakibat memperpanjang durasi Musyda.
2. Peserta Tidak Sesuai Aturan
Hal yang juga luput dari perhatian PD IPM Kudus yaitu perubahan ART IPM terkait Peserta Musyda. Dalam ART lama yaitu ART IPM tahun 2012 pasal 35 ayat 5 huruf (a), Peserta Musyawarah Daerah terdiri atas:
a. Peserta Penuh:
1) Ketua Umum Pimpinan Daerah dan anggota Pimpinan Daerah yang terpilih sebagai formatur dalam Musyawarah Daerah sebelumnya.
2) Ketua Umum Pimpinan Cabang atau yang mewakili dan 3 orang utusan Pimpinan Cabang.
3) Utusan Pimpinan Ranting masing-masing 3 orang.
Namun pada ART IPM yang baru yaitu ART IPM tahun 2016 pasal 35 ayat 5 huruf (a), Musyawirin terdiri atas:
a. Peserta:
1) Ketua Umum, Ketua Bidang, Sekretaris Umum dan Bendahara Umum Pimpinan Daerah.
2) Ketua Umum Pimpinan Cabang atau yang mewakilinya dan 6 orang utusan.
3) Ketua Umum Pimpinan Ranting atau yang mewakilinya dan 2 orang utusan.
Ketika ART IPM yang baru sudah ditanfidzkan, PD IPM tidak teliti bahwa komposisi peserta Musyda sudah diubah, sehingga masih memakai ART lama. Hal ini dikarenakan pimpinan kurang menyadari betapa pentingnya membaca dengan teliti setiap pasal yang ada. Kejadian tersebut mengakibatkan terjadinya protes pada Musyda XX PD IPM Kudus tahun 2017.
3. Aturan Pemilihan Memakai Sistem Lama
Pada kasus ini terjadi pada PC IMM Kudus. Pada Musyawarah Cabang VI PC IMM Kudus tahun 2019, pemilihan pimpinan menggunakan format baru menyesuaikan dengan Tanfidz Muktamar IMM XVIII tahun 2018. Pemilihan yang biasanya hanya ada pemilihan formatur, pada Tanfidz Muktamar 2018 terdapat aturan bahwa pemilihan Pimpinan Cabang IMM menggunakan format pemilihan Ketua Umum dan pemilihan Formatur.
Panitia pemilihan Musycab VI PC IMM Kudus Tahun 2019 sudah menggunakan format baru. Akan tetapi, panitia pemilihan Musycab VII PC IMM Kudus Tahun 2010 kembali menggunakan format lama (tidak ada pemilihan ketua umum). Padahal, pedoman yang digunakan masih sama yaitu Tanfidz Muktamar XVIII tahun 2018.
Semoga ketidaktaatan panlih kepada konstitusi IMM tidak terjadi pada masa yang akan datang. Konstitusi dibuat berdasarkan musyawarah untuk ditaati. Tidak seyogyanya dalam permusyawaratan tertinggi Muhammadiyah maupun ortom melanggar aturan yang berlaku. Terlebih, sungguh ironi apabila sudah mengerti aturan tetapi masih melanggarnya.
Musyda Muhammadiyah Kudus sebagai Teladan
Perhelatan Musyawarah Daerah (Musyda) Muhammadiyah Kudus yang rencananya digelar 6-7 Mei 2023 merupakan permusyawaratan tertinggi yang dilaksanakan oleh Persyarikatan Muhammadiyah Kabupaten Kudus. Sebagaimana kabar yang sudah diketahui oleh khalayak ramai, bahwa permusyawaratan Muhammadiyah baik itu Muktamar, Musywil, Musyda, Musycab dan Musyran selalu menghadirkan wajah yang damai, tenang, dan bermartabat. Tentunya agenda 5 tahunan ini bisa terselenggara tanpa adanya kerusuhan karena banyak hal, diantaranya:
1. Sikap Dewasa Pimpinan dan Anggota Musyawarah
Pimpinan Muhammadiyah selaku penyelenggara Permusyawaratan tidak berambisi agar dirinya dapat dipilih kembali. Sikap ini tentunya harus dikedepankan karena memang mengabdi pada Persyarikatan Muhammadiyah tidak untuk mengambil keuntungan atau menghindari kerugian yang sifatnya pribadi. Sebuah amanah yang diminta dengan ambisi maka amanah tersebut akan dijalankan seadanya atau sambil lalu karena ambisinya menjadi seorang pimpinan sudah terkabul.
Aturan-aturan yang telah diputuskan dalam forum Muktamar (Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga) merupakan pokok aturan yang harus ditaati dan dilaksanakan sampai tingkat ranting. Jika pimpinan yang ada di atas tidak mengindahkan aturan tersebut, maka jangan berharap pimpinan akar rumput yang berada di ranting akan melaksanakan aturan tersebut.
Demikian halnya dengan anggota musyawarah harus ikut menyukseskan jalannya sidang dengan mengikuti aturan yang berlaku. Etika persidangan harus dijunjung tinggi oleh seluruh elemen persidangan. Pimpinan sidang harus dihormati dan dijaga kehormatannya. Sebaliknya, pimpinan sidang juga harus mengerti aturan yang berlaku agar jalannya sidang tidak banyak interupsi yang diakibatkan dari ketidaktahuan pimpinan terkait aturan yang ada.
2. Menaati Konstitusi Organisasi
Konstitusi organisasi yang dimaksud adalah Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah. Setiap pimpinan dan Anggota Musyawarah hendaknya mempunyai ilmu dan pengetahuan sebelum menghadiri forum permusyawaratan. Anggota Musyawarah adalah pimpinan di tingkat bawah yang mempunyai hak menyatakan pendapat, memilih dan dipilih. Apabila Anggota Musyawarah hadir dengan membawa bekal ilmu terkait persidangan, agenda permusyawaratan, dan memahami konstitusi, maka Anggota Musyawarah dapat:
a. Membawa Kedamaian Musyawarah
Anggota Musyawarah yang memahami tata tertib persidangan dan mengerti konstitusi Muhammadiyah (Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga), cenderung tidak membuat gaduh persidangan. Seseorang yang tidak memahami suatu hal akan banyak bertanya dan menghambat jalannya persidangan. Terlebih lagi, orang yang tidak paham konstitusi Muhammadiyah, jangan sampai memprotes aturan tersebut, membandingkan dengan organisasi lain atau bahkan mempertanyakan keputusan aturan yang disepakati dalam forum Muktamar.
b. Mengingatkan Kesalahan
Anggota Musyawarah yang telah memahami aturan, bisa mengingatkan apabila ada orang lain yang salah dalam menerapkan aturan. Tidak ada kepastian bahwa penyelenggara sudah menerapkan seluruh aturan yang berlaku. Untuk itu, sebelum menghadiri permusyawaratan hendaknya Anggota Musyawarah dapat mempelajari Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah agar apabila terdapat kesalahan dapat mengoreksi kesalahan tersebut sehingga hasil dan tata cara permusyawaratan sesuai dengan aturan yang berlaku.
Sehingga, agar Musyda Muhammadiyah Kudus dapat menjadi musyawarah teladan bagi ortom, hal-hal yang menurut penulis dapat menjadi masukan bagi pelaksanaan Musyda diantaranya sebagai berikut:
1. Undangan Tidak Terlambat Dikirim.
Dalam ART Muhammadiyah Pasal 25 ayat 3 disebutkan “Undangan dan acara Musyawarah Daerah dikirim kepada anggota Musyawarah Daerah selambat-lambatnya satu bulan sebelum Musyawarah Daerah berlangsung”. Walaupun hanya sebatas undangan, tetapi amanah ART harus dilaksanakan.
2. Kesesuaian Jumlah Anggota Musyawarah
Pada ART Muhammadiyah Pasal 25 ayat 5 huruf (a), Anggota Musyawarah Daerah terdiri atas:
1. Anggota Pimpinan Daerah yang telah disahkan oleh Pimpinan Wilayah
2. Ketua Pimpinan Cabang atau penggantinya yang sudah disahkan oleh Pimpinan Daerah.
3. Wakil Cabang sebanyak tiga orang.
4. Ketua Pimpinan Ranting atau penggantinya yang sudah disahkan oleh Pimpinan Cabang.
5. Wakil Ranting yang jumlahnya ditetapkan oleh Pimpinan Daerah berdasarkan jumlah anggota.
6. Wakil Pimpinan Organisasi Otonom tingkat Daerah masing-masing dua orang.
Poin di atas yang belum jelas yaitu jumlah wakil ranting yang ditetapkan Pimpinan Daerah berdasarkan jumlah anggota. Kita tahu bahwa ketika Muktamar, setiap PDM mengirimkan delegasi dengan jumlah berbeda berdasarkan jumlah PCM pada PDM tersebut. Begitupun dengan Musywil Muhammadiyah Jateng, setiap PCM mengirimkan delegasi dengan jumlah berbeda berdasarkan jumlah PRM pada PCM tersebut.
Meskipun, jumlah anggota ranting sulit ditentukan. Apakah penentuan berdasarkan jumlah jamaah masjid ataukah berdasarkan NBM. Muhammadiyah Kudus yang usianya hampir seabad sudah selayaknya punya data berapa jumlah anggota masing-masing ranting.
Tentunya, diferensiasi keterwakilan ranting yang sudah diamanatkan oleh kostitusi Muhammadiyah mempunyai tujuan mulia. Diferensiasi keterwakilan dalam permusyawaratan tertinggi, menghadirkan rasa keadilan yang proporsional. Selain menjadi sistem proporsional keterwakilan anggota, diferensiasi keterwakilan juga mengapresiasi Pimpinan Ranting yang sudah berjuang merawat dan mendapatkan kepercayaan masyarakat sehingga masyarakat bersedia bergabung dengan Muhammadiyah.
Perlu dinantikan jumlah delegasi dari masing-masing ranting berdasarkan jumlah anggota. Mengingat perhelatan Musyda yang kurang dari sebulan, Pimpinan Ranting masih menunggu kebijaksanaan Pimpinan Daerah sehingga ranting memiliki keterwakilan sesuai jumlah anggota.
Kesimpulan
Penyelenggaraan Musyda Muhammadiyah Kudus yang aman, nyaman, tertib, serta taat pada konstitusi sangat didambakan oleh seluruh warga Muhammadiyah. Terlebih suksesnya Musyda semoga dapat dicontoh oleh ortom dalam melaksanakan permusyawaratan tertinggi. Harapan besar, Pimpinan Muhammadiyah dapat memberikan teladan yang ma’ruf kepada ortom agar generasi penerus dapat melaksanakan kehidupan dalam persyarikatan di bawah naungan kepastian.
Sebaliknya, ketidakpatuhan terhadap konstitusi menimbulkan ketidakstabilan kepada organisasi. Ketidakpercayaan kader kepada ortom membuat ortom sulit mendapatkan kader. Bahkan, ketidakpatuhan kepada konstitusi akan melahirkan pemimpin yang sudah terbiasa ingkar kepada sebuah aturan. Sehingga, kehidupan bersyarikat, bernegara dan bermasyarakat mengalami saling curiga karena hilangnya rasa percaya antara sesama. Semoga pimpinan ortom selaku kader Muhammadiyah dapat mengambil hal-hal baik dari penyelenggaraan Musyda Muhammadiyah Kudus.
Amanah yang pernah diemban penulis:
1. Ketua PC IPM Gebog bidang Organisasi
2. Ketua PC IMM Kudus bidang Organisasi
Amanah sekarang:
1. Wakil Ketua PCPM Gebog bidang Organisasi
2. Ketua PRPM Besito