Opini

Mundur ke Masa Depan

(Tulisan menyambut Muktamar Muhammadiyah)
Oleh : Wildan Sule Man*
27 Juli 2022

Harusnya mundur ke masa lalu. tapi kenapa judul tulisan ini menjadi cukup unik atau bahkan membingungkan, dengan menyebut “mundur ke masa depan”. Dalam kesempatan inilah saya akan mencoba untuk menelaah lebih dalam.

Beberapa waktu yang lalu saya mendapat kiriman Whats App dari seorang teman yang aktif di Pemuda Muhammadiyah. Dan kebetulan Muktamar organisasi Muhammadiyah yang akan dilaksanakan bulan nopember tahun 2022 di kota Solo sudah terasa hangat atmosfernya sejak saat ini, tapi bukan hangat yang kemudian menjadi memanas untuk berlomba memperebutkan kepemimpinan organisasi, yang kata para pengamat sebagai organisasi yang “kaya” ini.

Namun kehangatan yang kita rasakan adalah aneka kegembiraan dan kebahagiaan warga Muhammadiyah untuk menyambut muktamar sebagai wahana silaturahmi, media untuk meng up grade semangat bermuhammadiyah, dan usaha untuk memikirkan kembali langkah persyarikatan kedepan yang lebih segar, mantap, matang sekaligus bisa dirasakan semua manusia wa bil khusus kepada umat Islam.

Whatss App yang terkirim dalam gawai saya adalah foto-foto logo Congres Moehammadijah ke 17 tahun 1928, sampai muktamar pertama tahun 1950. Ada sekitar tujuh belas logo congres dan muktamar Muhammadiyah. Saya pandangi berulang-ulang lukisan logo yang berwarna hitam putih itu, disana ada semacam nuansa klasik dan eksotisme masa lalu dari sebuah nilai seni rupa simbul dari masa ke masa, Jika kemudian kita cermati logo itu, ada semacam pesan tersurat dan nilai-nilai yang bisa dipelajari, dan kita “wariskan” kepada generasi masa depan.

Baca juga :  Bambu

Baiklah, Saya mencoba untuk mengartikan ada apa dibalik logo logo itu, pertama, mempunyai gambar spesial lambang Muhammadiyah yang cahayanya memancarkan ke alam nusantara menandakan bahwa Muhammadiyah kiprahnya bisa dirasakan oleh warga bangsa pada umumnya, dan Muslimin pada khususnya dengan jargon pencerahan dan pencerdasan serta berkemajuan.

Kedua, berisi gambar lelaki bertopi coboy yang menandakan anggota gerakan Hizbul Wathan, memiliki makna bila kunci gerakan umat adalah pemuda yang kuat, ibarat tentara tanah air yang siap membela dan membentengi Indonesia bukan hanya secara fisik, namun dilengkapi pula dengan benteng iman dan aqidah yang lurus.

Baca juga :  Madrosati Jannati, Menjadi Surga Kecil di SD Muhammadiyah (Plus) Salatiga

Logo ketiga, terlihat pula ada gambar kapal, sebagai tanda bahwa kader Muhammadiyah harus memiliki jiwa kuat dan siap mengarungi samudra kehidupan, dengan iman tentunnya, mengarungi perjuangan amar makruf wa nahyu anil mungkar, bukan hanya kehidupan untuk diri namun juga kehidupan masyarakat, umat dan negara.

Keempat, lukisan lokomotif kereta api uap pada logo congres Moehammadijah di Betawi, yang memberikan pesan, kader Muhammadiyah layak mempunyai jiwa “driver” seperti halnya masinis pada lokomotif. Mereka musti siap didepan sebagai penggerak umat. Kader Muhammadiyah bukan sekedar sebagai passanger atau penumpang yang hanya duduk manis, sebab watak penumpang ialah tak mengerti jalanpun tak masalah asal sampai tujuan, sedang karakter driver ialah mengerti jalan plus sanggup menghantarkan sampai tujuan, meminjam kata Prof Rheinald Kasali. Diharap kader adalah sosok yang tahu arah sekaligus mengerti kendali.

Unik pula terlihat pada gambar petani yang sedang mencangkul dalam logo congres Moehammadijah ke 30 di Purwokerto tahun 1941, dan petani yang sedang membajak sawah dengan dua kerbau pada logo conggres ke 29 di Jokja. Tentunya itu menjadi pesan penting masa lalu untuk kita saat ini, bahwa petani perlu diperhatian oleh Muhammadiyah, dengan memposisikan diri mengambil langkah langkah strategis dalam memberdayakan petani, membangun sekolah pertanian modern, Baitul tamwil Milik persyarikatan bisa mengoptimalkan pengucuran modal modal muzaroahnya untuk para petani, kemudian Memompa semangat kader untuk sadar menanam ditengah isu krisis pangan dunia, lantas menghidup hidupkan dakwah pertanian ke desa desa dengan mencetak mubaligh yang disamping bisa “ngaji” ia bisa bertani pula. Berangkat dari itu semua, semoga muktamar kali ini bisa menangkap pesan ini.

Baca juga :  Keteraturan itu Tanda Keberhasilan Pendidikan

Wal Akhiran. Barangkali itulah pesan gambar dari logo yang berwarna hitam putih sedehana itu. yang klasik sekaligus kuno, yang jadul, yang bukan hasil corel draw kecanggihan computer, namun ternyata guratan guratan diatas kertas putih menyimpan pesan-pesan untuk masa depan persyarikatan yang sudah lebih seratus tahun ini. Mungkin itulah refleksi kalimat “mundur ke masa depan”. Yang bisa kita ambil hikmah hikmahnya. Wallahu A’lam Bishowab. Selamat Bermuktamar.

Penulis Amatir. Warga Muhammadiyah Grabag Magelang. Guru MI Ma’arif Grabag 01

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *