Oleh : Azaki Khoirudin
Muktamar ke-48 Muhammadiyah yang akan digelar 18-20 November 2022 mengusung tema “Memajukan Indonesia, Mencerahkan Semesta”. Frasa “Memajukan Indonesia” ibarat sebuah proklamasi, bahwa kerja-kerja yang telah, sedang, dan akan dilakukan Muhammadiyah merupakan pembuktian (darus syahadah) untuk mewujudkan “Indonesia Berkemajuan”.
Adapun diksi “Mencerahkan Semesta” merupakan manifestasi Muhammadiyah sebagai gerakan yang mendakwahkan risalah pencerahan (din at-tanwir) untuk mengeluarkan umat manusia dari kegelapan (al-dhulumat) menuju kehidupan yang cerah (al-nur). Dalam KBBI, semesta bermakna seluruh, segenap, semuanya, dan universal (berlaku untuk seluruh dunia. Jadi istilah kesemestaan berarti keuniversalan.
Dalam konteks Muktamar ke-48 Muhammadiyah kali ini, “mencerahkan semesta” dapat dimaknai dengan upaya mendorong peran Muhammadiyah ke dunia yang lebih luas dan universal ke dunia internasional. Dengan istilah lain, “internasionalisasi Muhammadiyah”.
Wacana Internasionalisasi
Sebagai wacana, “internasionalisasi Muhammadiyah” pertama kali dilontarkan oleh Prof. M. Amin Abdullah di forum Jaringan Intelektual Muda Muhammadiyah (JIMM) di Universitas Muhammadiyah Malang (2014). Melalui makalah,“Peluang dan Tantangan Internasionalisasi Pemikiran Muhammadiyah”, Prof. Amin merefleksikan kesuksesan internasionalisasi Gulen Movement dengan tiga strategi, yaitu: (1) menerjemahkan khazanah intelektual Muhammadiyah ke dalam bahasa asing; (2) menjaring mahasiswa internasional di perguruan tinggi Muhammadiyah; dan (3) berpikir out of the box.
Tak lama berselang, gagasan internasionalisasi Muhammadiyah disambut dengan “Workshop Internasionalisasi Pemikiran dan Gerakan Muhammadiyah”, oleh JIMM bekerjasama dengan Universitas Muhammadiyah Surakarta (2014).
Dalam forum tersebut, Ahmad Najib Burhani melontarkan tiga konsep internasionalisasi Fred Halliday (1988). Pertama “internasionalisme radikal/revolusioner seperti yang dilakukan oleh Hizbut Tahrir; Weltklasse, Weltpartei, Weltrevolution dari Lenin; dan global jihad yang diusung Osama bin Laden.
Konsep kedua adalah “internasionalisme hegemonik” dengan melakukan hegemoni pandangan atau ekonomi ‘ala kolonialisme seperti hegemoni Bahasa Inggris terhadap punahnya ribuan bahasa local; dan Wahabisme terhadap Islam pribumi.
Ketiga, “internasionalisme liberal”, bahwa semua umat manusia harus melakukan interaksi dan bekerja sama untuk tujuan kemanusiaan.
Gerakan Internasionalisasi
Sebagai sebuah gerakan, internasionalisasi telah menjadi bahasan organisasi sejak era kepemimpinan M Din Syamsuddin. Internasionalisasi diwujudkan dengan pendirian PCIM (Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah) di berbagai negara. Perwujudan internasionalisasi dilakukan dalam berbagai organisasi internasional atau aktivitas di luar negeri oleh pimpinan Muhammadiyah seperti: Din Syamsuddin, Abdul Mu’ti, Rachmawati Husen, dan Syafiq Mughni yang terlibat dalam pertemuan agama-agama tingkat dunia, dan aksi kemanusiaan.
Internasionalisasi juga dilakukan dengan menjalin kerjasama dengan pihak luar negeri dengan membuat kegiatan-kegiatan seminar dan konferensi internasional, seperti pertemuan tahunan World Peace Forum (WPF) dan International Research Conference on Muhammadiyah (ICRM) diselenggarakan di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) tahun 2012. Tujuannya adalah memperkenalkan Muhammadiyah ke peneliti-peneliti asing, dan juga penerjemahan buku-buku berbahasa Indonesia ke bahasa asing.
Pelembagaan Internasionalisasi
Ciri khas Muhammadiyah adalah pada budaya atau etos pelembagaan amal shaleh. Dengan kata lain, karakter Muhammadiyah yang sangat menonjol adalah etos praksis amaliyahnya. Jika pada masa M. Din Syamsuddin internasionalisasi Muhammadiyah telah banyak dikenal dengan pendirian berbagai Pimpinan Cabang Istimewa Muhammadiyah (PCIM) di di luar negeri, maka barangkali legacy penting dari kepemimpinan Haedar Nashir adalah “pelembagaan internasionalisasi”.
Hal ini sebagai mandat Muktamar ke-47 tahun 2015 di Makassar yang mengamanahkan kepada Pimpinan Pusat Muhammadiyah terpilih untuk melaksanakan program “Internasionalisasi Muhammadiyah”.
Di antara program yang bersifat internasionalisasi tersebut selain mengembangkan PCIM, beasiswa dan diaspora kader, forum-forum dialog antaragama dan perdamaian, serta program-program kemanusiaan di ranah global terus berjalan; secara khusus Muhammadiyah berhasil mengembangkan amal usaha strategis di luar negeri.
Dalam bidang pendidikan, setelah mendirikan Markaz Dakwah dan Taman Kanak-kanak Aisyiyah Bustanul Athfal (TK ABA) di Cairo Mesir, PP muhammadiyah mendirikan Universiti Muhammadiyah Malaysia (UMAM) yang mendapatkan ijin dari Pemerintah Malaysia melalui Jabatan Pendidikan Tinggi pada Kementerian Pengajian Tinggi Malaysia pada 5 Agustus 2021. Pendirian UMAM mendapatkan dukungan penuh (sokongan) dari Kerajaan Perlis melalui Raja Perlis DYTM Tuanku Syed Faizuddin Putra Ibni Tuanku Syed Sirajuddin Jamalullail.
Tak lama berselang, Muhammadiyah telah memperoleh izin operasional sekolah Muhammadiyah di Australia dengan nama Muhammadiyah Australia College (MAC) di 1-3 Killarney Drive Melton Victoria Australia dari Pemerintah Australia melalui Victorian Registration and Qualifications Authority (VRQA) Department Education Victoria tanggal 21 Desember 2021. Sesuai izin yang diterbitkan oleh VRQA Department Education Victoria, MAC adalah sekolah dengan jenis Primary/Co-educational, yaitu dari jenjang taman kanak-kanak sampai sekolah dasar.
Selain itu, melalui Lazismu Muhammadiyah sedang membangun madrasah di Kamp Pengungsian Palestina di Shatila, Beirut, Lebanon. Menurut Ketua PP Muhammadiyah, Dubes RI untuk Lebanon, Hajriyanto Y. Thohari di Shatila, Muhammadiyah memiliki Madrasah Muhammadiyah I, dan sedang membeli sebuah gedung di Shatila juga untuk Madrasah Muhammadiyah II. Gedung tujuh lantai itu akan digunakan sebagai sekolah dan diberi nama Muhammadiyah Center for Education, Culture, and Humanity.
Setelah berhasil mendirikan Sekolah untuk pengungsi Palestina di Beirut, di Muhammadiyah merintis Sekolah Indonesia di Rakhine, Myanmar untuk anak-anak komunitas pengungsi Rohingya. Untuk misi luar negeri, dengan payung Muhammadiyah Aid, Muhammadiyah akan membangun setidaknya dua unit sekolah di Rakhine State, khususnya di Mrauk U Township, Rakhine State, Myanmar.
Pembangunan sekolah-sekolah Muhammadiyah di luar negeri menjadi bagian dari upaya internasionalisasi Muhammadiyah untuk membangun peradaban global. Hal ini merupakan amanat dari hasil Muktamar ke-47 Muhammadiyah pada 2015 di Makassar. Di sinilah, kekhasan budaya Muhammadiyah yang selalu mewujudkan ide dan wacana dalam kerja-kerja pelembagaan yang bersifat praksis.
Pendirian TK ABA di Mesir, MAC di Australia, UMAM di Malaysia, bahkan sekolah Muhammadiyah untuk anak-anak pengungsi Palestina di Beirut, serta Sekolah Indonesia di Rahingya Miyanmar seterusnya telah melengkapi babak baru pelembagaan internasionalisasi Muhammadiyah untuk “mencerahkan semesta|” membangun peradaban Islam rahmatan lil ‘alamin.
* Anggota Majelis Pendidikan Kader Muhammadiyah PP. Muhammadiyah