Opini

Mudik Ramadan dan Spirit Birrul Walidain

Oleh Himawan

Bulan Ramadan, bulan yang sangat dinantikan oleh umat islam diseluruh dunia, bulan yang penuh berkah, ampunan. pernah nggak sih kalian melakukan perjalanan di saat sedang berpuasa? Atau mempunyai kegiatan baru selama bulan ramadan? Malas-malasan dan berlemas-lemas? Hehe. Semoga saja tidak ya teman-teman.

Puasa memang identik dengan berbagai macam kegiatan dan biasanya orang akan membuat daftar agenda untuk memeriahkan bulan yang istimewa ini. Mulai dari kegiatan sosial, kajian dimasjid, buka puasa bersama dengan teman dan keluarga, bahkan sudah mempersiapkan mudik atau pulang kampung halaman. Wah pasti seru yaa.

Tentu, membahas tentang mudik, merindukan tempat asal atau tanah kelahiran adalah hal yang sangat wajar dan manusiawi. Ini juga dirasakan oleh umat Islam. Kerinduan ini muncul karena adanya hubungan emosional yang mendalam dengan lokasi di mana seseorang dibesarkan. Di kampung halaman, tersimpan banyak kenangan indah bersama keluarga, teman-teman, dan lingkungan yang akrab.Jarak yang sangat jauh melintasi lautan dan sungai-sungai, serta medan yang terjal dan jalan-jalan berliku, ditambah dengan berbagai tantangan waktu, tenaga, dan biaya yang harus dikeluarkan untuk kembali ke kampung halaman, takkan pernah bisa menghalangi rasa kerinduan yang membara terhadap tanah tempat kita lahir.

Baca juga :  Isu Stunting, Telat Masuk Sekolah, dan Muktamar Aisyiyah ke-48

Meskipun ada berbagai teknologi canggih seperti telepon, media sosial, maupun video call, tetap saja tidak bisa menggantikan kualitas pertemuan secara langsung dengan sanak kerabat di kampung halaman. Kemewahan perkotaan tak akan bisa menggantikan manisnya kenangan kesederhanaan bersama teman masa kecil yang selalu terbayang menjelang lebaran.

Bahkan, Rasulullah SAW sebagai manusia terbaik pun pernah merasakan rindu pada Makkah, kota kelahiran beliau. Hal ini terungkap dalam sebuah hadis Rasulullah SAW bersabda,

Baca juga :  Jangan Salah Pilih, Atau Bencana Alam Siap Ambil Alih

“Ya Allah, jadikanlah kami mencintai Madinah sebagaimana kami mencintai Mekah, atau bahkan lebih.”

Profesor Quraish Shihab, dalam kultum Mudik Silaturrahim mengatakan bahwa mudik bukan sekadar pulang kampung, mudik adalah sebuah perjalanan spiritual yang penuh kelezatan rohani. Mudik adalah kelezatan rohani yang tiada tara. Itulah alasan orang-orang rela menempuh perjalanan jauh, menghabiskan waktu dan biaya, demi merasakan kembali kehangatan keluarga dan kampung halaman.

Mudik, sebuah perjalanan spiritual yang kaya, berpusat pada kehangatan silaturahim. Di sana, dalam pelukan keluarga, sahabat, dan sanak saudara, terjalin kembali benang-benang persaudaraan yang sempat merenggang oleh jarak, menciptakan permadani kenangan indah yang tak lekang oleh waktu. Silaturahim ini adalah lem perekat yang mengokohkan ikatan batin dan kasih sayang. Namun, puncak kerinduan mudik adalah saat mata kita bertemu senyum tulus orang tua, dan telinga kita mendengar bisikan nasihat penuh cinta mereka, sebuah simfoni kebahagiaan yang mendalam.

Baca juga :  Jelang Seabad “Cabang Muhammadiyah Kudus”, Siapa Layak Jadi Pimpinan? (2)

Di tengah hiruk-pikuk menjalani ibadah di bulan yang suci Ramadan, luangkanlah waktu kita untuk secara tulus membantu meringankan beban yang dipikul orang tua di rumah, apalagi jika kita tinggal serumah atau rumah mereka berada dalam jarak dekat. Mulailah dengan aktivitas seperti membantu memasak, membersihkan rumah, hingga menyiapkan hidangan sahur dan berbuka puasa dengan semangat kebersamaan.

Gunakan kesempatan di bulan Ramadan untuk memperkuat ikatan emosional dengan orang tua. Mari kita panjatkan doa agar orang tua kita senantiasa diberikan kebahagiaan, kesehatan, dan keberkahan. Jika pernah ada kesalahan atau hal yang menyakiti hati mereka, inilah saat yang tepat untuk meminta maaf dengan tulus. Siapa tahu, permohonan maaf ini bisa menjadi langkah awal untuk memperbaiki hubungan yang mungkin telah terganggu.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *