Oleh: Yusuf Rohmat Yanuri
Pada 18-20 November 2022, Muhammadiyah menggelar Muktamar ke-48 di Surakarta. Konon, Muktamar dihadiri tiga juta warga Muhammadiyah dari seluruh Indonesia. Padahal, bagi saya, Muktamar Muhammadiyah itu sama sekali #GakLucu. Mengapa?
#1 Tidak Ada Kursi Terbang
Muktamar Muhammadiyah itu teduh, tidak gaduh. Masa Muktamar kok adem ayem saja. Padahal agenda pentingnya adalah reorganisasi atau pergantian pimpinan. Di mana-mana, yang namanya pergantian kepemimpinan itu selalu gaduh. Tapi tidak untuk Muhammadiyah. Benar-benar #GakLucu.
Fenomena kursi terbang adalah hal wajib di setiap muktamar atau kongres. Tanpa kursi terbang, muktamar akan hambar. Coba tengok Kongres PAN di Kendari yang viral awal 2020 silam. Di kongres itu ada “kursi terbang”.
Kongres HMI di Surabaya awal tahun 2021 itu tidak hanya menampilkan “kursi terbang”, tapi juga menampilkan pertandingan adu jotos! Sudah seperti MMA!
Terbaru, hampir bersamaan dengan MMA 48, acara pembukaan Muspimnas PMII di tulungagung juga ada lempar-lemparan kursi. Para pejabat yang hadir sampai harus menyelamatkan diri. Panitia juga kudu mikir siapa ini yang harus ganti kursi.
Lempar kursi ternyata sudah tidak mengenal gender. Yang masih segar di ingatan adalah Kongres Ikatan Pelajar Putri NU (IPPNU) Agustus lalu. Pelajar-pelajar perempuan itu juga tak mau kalah dalam atraksi “kursi terbang”. Tak peduli laki-laki atau perempuan.
Tentu di kalangan muda Muhammadiyah juga sama. Muktamar Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), dan Pemuda Muhammadiyah (PM) juga serupa. Seru sekali. Makanya saya begitu semangat untuk sekedar melihat-lihat berbagai gelaran muktamar itu.
Sayangnya, Muktamar Muhammadiyah tidak punya sejarah yang seru. Sangat #GakLucu. Saya jamin, jutaan penggembira yang datang itu murni silaturahim, jalan-jalan, dan menyaksikan pembukaan. Sungguh tidak lucu sama-sekali.
#2 Tidak Ada Pemilihan Ketua Umum Langsung
Muktamar kok gak milik ketua umum langsung. #GakLucu sekali.
Jadi Muktamar Muhammadiyah itu memiliki sistem pemilihan berlapis dan sulit ditembus oleh tokoh baru. Jangan harap ada tokoh baru, terus terkenal di jamaah Muhammadiyah, lalu tiba-tiba bisa terpilih. Sulit dan mustahil.
Butuh tahapan lama jadi pimpinan pusat Muhammadiyah. Mulai dari pencalonan nama-nama dari pimpinan wilayah se-Indonesia yang jumlahnya bisa 200-an nama. Baru kemudian diberikan surat kesediaan. Lalu yang bersedia menurut info warung kopi jumlahnya 92.
Nah 92 itu sampai sekarang masih rahasia. Jadi makin tidak lucu di sini. Lucunya 92 ini nunggu disahkan dulu di forum Tanwir Muktamar, baru bisa dipilih PWM se-Indonesia. Milihnya pun 39 nama dulu.
Setelah terpilih, 39 calon tersebut kembali akan dipilih oleh sekitar 2500an peserta Muktamar menjadi 13 nama.
Nah, 13 nama tertinggi itulah yang akan menentukan hitam putihnya struktur PP Muhammadiyah. Ketua Umum, Sekretaris Umum, dan jabatan lain ditentukan dengan sistem musyawarah. Jadi begitu panjang dan melelahkan, alias #GakLucu
Meskipun #GakLucu dari sini nampak bahwa Muhammadiyah ini sangat pancasilais. Benar-benar mengamalkan permusyawaratan perwakilan. Bukan perwakilan milih.
#3 Tidak Ada Amplop
Satu lagi, isu sensitif yang selalu ada di muktamar atau kongres adalah money politic. Tetapi di Muhammadiyah sangat #GakLucu. Muktamar kok enggak ada politik uang. Aneh banget kan.
Salah satu Ketua PP Muhammadiyah, Syafiq Mughni bilang kalau di Muhammadiyah tidak terbiasa ada kontestasi kepemimpinan. Juga tidak ada “kardus uang”. Calon akan malu mengintervensi jamaah dengan “amplop warna coklat”.
Bagi para pihak yang berusaha intervensi Muktamar Muhammadiyah akan sangat kecewa. Ternyata Muhammadiyah tidak bisa dimasuki politik uang.
Lha bagaimana mau money politic, wong tokoh-tokoh Muhammadiyah itu kalau naik pesawat saja naiknya yang kelas ekonomi.
Di Muhammadiyah doktrin memberi jauh lebih kuat daripada menerima. Itulah kenapa mereka memiki antibody yang kuat untuk melawan politik uang. Mereka sederhana, terbiasa mandiri dan berkerja keras.
Saya jadi kasihan terhadap cukong-cukong penyandang dana itu. Yang biasanya bisa ikut bermain di berbagai kongres dan muktamar. Mereka itu kan sudah menyiapkan dana untuk berbagai suksesi kepemimpinan. Mereka jadi bingung menyalurkan uangnya yang tidak bisa nembus ke peserta Muktamar Muhammadiyah.
Jadi ya dampaknya itu tadi. Muktamar jadi tidak gayeng. Sudah tidak ada kasak-kusuk soal money politic, ditambah tidak ada kasak-kusuk tentang kandidat ketua umum, apalagi kursi melayang. Benar-benar nggak lucu.
***
Bukti terakhir dan paling sahih dari ke-gak lucu-an Muktamar yang saya temukan adalah ketua umum dan sekretaris umum terpilih yang sama persis dibanding Muktamar 2015. Sama sekali #GakLucu!