EdukasiKabar MuriaOpiniPopuler BloraSekolah

Menciptakan Hidup Rukun yang Sebenarnya

Siska Mawarni Indah PA, S, Pd. (Guru MI Muhammadiyah 1 Todanan, Blora)

Masyarakat Indonesia adalah masyarakat yang demokratis. Tetapi mengapa membiarkan pemerintahannya melanggar hak asasi warganya sendiri? Contoh paling nyata adalah intoleran. Intoleran merupakan suatu tindakan yang tidak toleran (KBBI).

Saat duduk di bangku sekolahan kita sudah diajarkan tentang hidup rukun. Bahkan hidup rukun selalu digaungkan sejak masih kecil. Akan tetapi pada realitanya setelah dewasa banyak sekali kasus-kasus intoleran. Intoleran bukan hanya dengan mereka yang berbeda agama. Tetapi sesama agama juga saling menyalahkan bahkan saling menghujat.

Apa yang terjadi dengan pendidikan di Indonesia saat ini?

Pendidikan saat ini sudah kehilangan makna pendidikan. Yang seharusnya mendidik manusia malah sebagai ajang bisnis. Biaya pendidikan semakin mahal, anak-anak yang tidak memiliki uang yang cukup, maka hanya akan merasakan bangku pendidikan yang sekedarnya. Semakin banyak uang, maka semakin mendapat pendidikan yang bagus kualitasnya. Selain terkendala pada biaya, pendidikan sekarang hanya terfokus pada menghafalkan teori maupun rumus-rumus, sehingga terjadilah krisis praktis. Teringat argumen dari dosen saya Prof Muslim (Dosen Filsafat) beliau pernah menyinggung “kebanyakan guru mengajarkan hanya sekedar ilmu teori. Jadi, saatnya menjadi tugas kalian memberikan ilmu-ilmu praktis.”

Baca juga :  Pengajian Karyawan-wati Sari Group

Dan saya rasa memang benar. Pernah merenung, selama saya belajar mulai dari SD sampai SMA apa ya yang saya dapat? Jika tidak mengikuti kegiatan ekstrakurikuler atau kegiatan ekstra kampus mungkin ilmu yang didapat tidak ada tambahan seperti ini. Meskipun juga tergolong orang fakir ilmu. Lalu, bagaimana ilmu yang selama ini dituntut? Kemana perginya?

Ilmu yang selama ini diberikan hanyalah ilmu teori. Anak-anak sangat hafal bahkan dituntut untuk menghafal teori tentang kewajiban hidup rukun, bahkan dalilnya dan terjemahannyapun anak-anak juga hafal. Akan tetapi, mereka buta untuk mempraktikan hidup rukun yang sebenarnya. Hal ini karena tidak ada pembiasaan dari guru maupun orang tua di lingkungan sekolah dan keluarganya. Lalu, bagaimana mengajarkan anak-anak untuk hidup rukun yang sebenarnya?

Maka perlu adanya revolusi pada pendidikan. Revolusi yang dapat dilakukan hanya dengan perencanaan dan pelaksanaan yang bermutu. Mutu yang tinggi hanya didapat ketika manusia yang menjalankannya memiliki sikap serta kepribadian yang bermutu. Dan semuanya dapat dicapai dengan pendidikan yang bermutu juga. Bagaimana sejatinya pendidikan yang bermutu? Pendidikan bermutu bukan hanya pendidikan yang mengutamakan hafalan karena hafalan hanya membunuh daya berpikir anak.

Mengajarkan hidup rukun selain ilmu teori kita harus mengajarkan ilmu praktis. Sama halnya yang dilakukan oleh KH. Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah), ketika belajar surat al-Maun, semua muridnya hafal surat bahkan artinya. Tapi, ketika ditanya apakah sudah mengamalkannya? Dan muridnya menjawab belum, maka KH. Ahmad Dahlan langsung menyuruh muridnya untuk mengamalkan/mempraktikkan yang terdapat pada surat al-Maun tersebut. Hal ini dapat kita aplikasikan ketika kita belajar hidup rukun.
Belajar praktis bisa dilakukan dengan 3 cara:

Baca juga :  Pawai Odong - Odong Sebagai Penanda Pelaksanaan Musycab Muhammadiyah Aisyiyah Undaan

Antri

Budaya antri sebagai salah satu dasar penting untuk terapi dalam menciptakan kerukunan sehingga terwujudlah perdamaian. Dengan belajar antri anak-anak juga akan belajar tentang sabar. Bahwa menjalankan hidup itu harus dengan penuh kesabaran. Karena banyak sekali dampak dari ketidaksabaran yang menimbulkan percekcokan hingga berdampak pada kasus intoleran.

Tepat waktu

Kebudayaan di Indonesia adalah mengulur waktu, sehingga akan timbul kebiasaan untuk tidak menghargai. Hal ini akan menjalar yang awalnya tidak menghargai waktu sampai tidak menghargai sesama. Tidak menghargai adalah salah satu penyakit yang sangat mengerikan. Tidak hanya dengan yang beda agama, masyarakat dengan sesama muslim juga sering terjadi. Salingsindir via online, bahkan juga dengan tindakan yang blak-blakan. Hal ini karena tingginya egoisme dan tidak saling menghargai.

Baca juga :  SD Muhammadiyah Pasuruhan Kudus yang Bersejarah

Mendengarkan

Sesekali orang juga harus belajar mendengarkan orang lain. Seringnya kita hanya banyak bicara, lebih parahnya jika menganggap apa yang kita bicarakan selalu benar dan tidak memperdulikan orang lain. Berbeda sudut pandang itu hal yang wajar, akan tetapi kita lebih menutup telinga, dan menghujat, menjudge dan menyalahkan mereka yang tidak sesuai dengan pendapat kita.

Itulah realita yang sudah terjadi, mengakar dan menjadi pembiasan. Percuma kita menguasai teori kerukunan jika tidak paham dan menerapkan konsep belajar praktis dalam hidup kita. Percuma jika kita hafal adab-adab kerukunan akan tetapi tidak mau mendengarkan argumen orang lain. Dan yang perlu diingat sebelum mengajarkan kerukunan kepada anak-anak, yang perlu diperhatikan adalah sebuah contoh dari guru atau orang tua. Guru maupun orang tua harus belajar hidup rukun yang tertanam dari dalam dirinya. Kalau gurunya sendiri tidak bisa menerapkan hidup rukun bagaimana mampu mengajarkan kerukunan kepada muridnya?

Ketika guru sudah terbiasa dengan hidup rukun yang tidak hanya diucapkan secara lisan (bahasa lainnya adalah terpaksa untuk hidup rukun), tetapi juga rukun dari hati dan hidup rukun yang dilakukan, maka otomatis peserta didik juga akan meniru dan menjadi pembiasaan hidup rukun.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *