IslamKampus

Melampaui Gerakan IMMawati

Melampaui Gerakan IMMawati

Oleh: IMMawati Suci N. Afifah

Saya pernah membaca sepenggal kisah yang menarik mengenai kepemimpinan perempuan di Indonesia. Berlatar tahun 1914, berkumpul para perempuan buruh batik di sebuah rumah sederhana. Rumah seorang perempuan, istri ulama besar. Dengan tekun ia mengajari mereka mengaji dan membaca.
Tak hanya buruh batik yang turut bergabung menyimak pelajaran darinya, para ibu-ibu pembantu rumah tangga dan istri juragan juga diberikan pelajaran yang sama, meski waktunya berbeda-beda. Waktu berkumpul semakin rutin. Gagasan dan cita-cita yang sama diantara mereka semakin menyatu. Gagasan yang akhirnya melahirkan sebuah gerakan pemberdayaan perempuan bernama Sopo Tresno (Siapa Cinta).

Rahim Gerakan Perempuan Muhammadiyah

Siapakah perempuan penggagas Sopo Tresno? Tidak lain adalah Siti Walidah, atau lebih dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan. Siti Walidah resah melihat kondisi buruh perempuan di Kauman pada saat itu. Kondisi yang jauh dari pendidikan, buta huruf yang menjadikan mereka sebagai masyarakat kelas dua. Hati Siti Walidah tergerak. Dia lalu berdiskusi dengan suaminya. KH Ahmad Dahlan, untuk membina mereka. Tentu saja pada tahun tersebut, diskusi antara laki-laki dan perempuan bukanlah hal yang lazim dikarenakan relasi yang tidak setara diantara mereka.
Namun begitulah perihal jodoh adalah cerminan diri. Langkah perjuangan K.H Ahmad Dahlan ternyata seirama dengan istrinya, sehingga dukungan penuh diberikan sebagai tangan panjang perjuangan Muhammadiyah yang digagasnya.

Dalam bukunya, Nyai Ahmad Dahlan (1981), Suratmin menuliskan, melalui Sopo Tresno Siti Walidah berhasil menyadarkan perempuan bahwa mereka bukan subordinat laki-laki. Melalui programnya, Walidah mendorong para anggota Sopo Tresno untuk mencari ilmu setinggi-tingginya sehingga dapat menjadi pendamping yang sepadan dengan kaum laki-laki. Sopo Tresno inilah yang merupakan cikal bakal terbentuknya organisasi perempuan modern pada tahun 1917, yaitu Aisyiyah.

Keperkasaan Siti Walidah tidak hanya tercermin dari ketangkasannya berorganisasi. Beliau pernah memimpin rombongan Aisyiyah untuk menghadiri Muktamar Muhammadiyah di Surabaya pada tahun 1928. Siti Walidah juga kerap menjadi penasehat para pendiri bangsa. Salah satunya Soekarno yang menyebut Siti Walidah adalah “Ibu Muhammadiyah”. Dari sini agaknya, gerakan keperempuanan yang lahir dari rahim Muhammadiyah harus menyegarkan kembali pemikiran dan gerakannya.

Identitas IMMawati

Dari kepemimpinan Siti Walidah kita belajar bergerak dari ranah yang paling dekat, untuk membangun sebuah sistem yang lebih strategis dan tepat sasaran. Identitas kemuhammadiyahan beliau jelas dan tegas. Perjuangannya, adalah perjuangan Muhammadiyah.

Baca juga :  UMUKA Berdiri, 17 Mahasiswa Pertama Gratis Kuliah Sampai Lulus

Kisah Heroisme Siti Walidah sebenarnya mudah kita jumpai disetiap redaksi maupun diskusi. Apalagi saat ini berbagai platform media sosial seperti suguhan, yang didalamnya terdapat banyak menu. Layaknya makanan, menu-menu yang terdapat dalam sosial media ada yang bersifat menyehatkan, ada pula yang membawa bibit penyakit yang dapat merusak tubuh kita. Kadang, menu yang sehat memang lebih banyak ditinggalkan dan lebih memilih menu instan yang cenderung kurang sehat.

Sempat saya beberapa kali mengamati akun sosial media milik DPP IMMawati untuk sekedar bernostalgia, serta melihat sejauh mana perkembangan gerakan bidang IMMawati dalam merespon berbagai persoalan zaman. Khususnya tentu saja respon terhadap permasalahan keperempuanan di Indonesia.

Menurut saya, gerakan IMMawati saat ini seumpama mie instan. Mengenyangkan sesaat. Hanya terlihat ketika ada suatu pemberitaan viral, yang kemudian hilang bersama redamnya keviralan suatu isu. Di akun tersebut saya hanya menemukan quote-quote dan pengumuman lomba essay disepanjang tahun 2021 sampai awal tahun 2022. Tidak ada grand design yang jelas, kurikulum perkaderan IMMawati, Isu-isu strategis yang menjadi fokus gerakannya, pendampingan dan pemberdayaan perempuan hingga pencapaian jangka waktu tertentu, yang sebenarnya tidak haram untuk dikonsumsi oleh kader IMM pada umumnya.

Hal tersebut juga terjadi di lingkup kepemimpinan IMMawati DPD Jawa tengah. Sepanjang tahun 2021 telah terjadi 120 kasus kekerasan terhadap perempuan di Jawa tengah (Solopos. 25 November 2021). Pencabulan 797 anak perempuan dibawah umur sepanjang tahun 2022 di Indonesia (KemenPPPA. 4 Maret 2022) dan tidak kurang dari 338.496 kasus kekerasan berbasis gender (KBG) di Indonesia (Komnas Perempuan, 8 Maret 2022). Sebagai gerakan yang lahir dari rahim Muhammadiyah, DPD IMMawati terkesan bertekuk lutut menghadapi pekerjaan rumah yang semakin menggunung.

Belum lagi ditengah derasnya gelombang gerakan perempuan dalam mengawal RUU TPKS, DPD IMMawati terlihat gagap sehingga tidak terlalu jelas pernyataan sikapnya dalam menanggapi “hajat besar” agenda keperempuanan tersebut. Tentu saja, hal tersebut hanya sebagian dari permasalahan gerakan eksternal.

Bagaimana dengan agenda internal IMMawati? Seperti apa Identitas yang dibangun untuk menjadi IMMawati. Apa yang membedakannya dengan KOHATI, Sarinah, dan aktivis gerakan lainnya? Sudah sejauh mana konsolidasi pendidikan untuk para kadernya? bagaimana pendidikan politiknya sehingga tidak ada satupun IMMawati yang duduk sebagai formatur di Musyda tahun ini? Bagaimana menciptakan hidden curiculum (Jane Martin, 1983) dalam sistem perkaderan, sehingga melahirkan kader-kader IMMawati yang beridentitas Muhammadiyah secara komprehensif? Hal ini yang perlu dijadikan evaluasi dalam Musyda pada tanggal 26 Mei 2022 nanti.

Baca juga :  Aksentuasi Nilai Kehijrahan untuk Membangun DPD IMM Jawa Tengah yang Berkeadaban

Melampaui Gerakan IMMawati

Lalu apa yang bermakna dari gerakan IMMawati? Kartini menulis banyak sekali surat yang ditujukan untuk sahabatnya, Ny Abendanon. Semua keresahan, gagasan politik, ideologi keberpihakannya diluapkan dalam surat tersebut. Sehingga dari alam pikiran Kartini, lahirlah banyak tokoh guru bangsa. Siti Walidah membentuk wadah pemberdayaan perempuan melalui Sopo Tresno. Ibu ibu petani di Kendeng melakukan long march hingga menyemen kaki untuk mempertahankan alam mereka dari kerusakan.

Sejarah gerakan mengajarkan bahwa tidak ada perubahan yang tiba-tiba. Perubahan bukanlah hal yang terjadi dengan sendirinya. Suatu perubahan, walaupun terjadi dengan cepat, tetap saja merupakan proses dari satu tahap ke tahap berikutnya. Demikian pula dengan gerakan IMMawati.

Sudah saatnya gerakan bidang IMMawati Jawa Tengah kembali mempelajari gagasan tokoh besar seperti Nyai Walidah, Kartini hingga ibu ibu petani Kendeng. Gerakan IMMawati Jawa Tengah harus kembali melakukan pengkajian mendalam untuk merumuskan strategi membuka jalan perubahan.

Menggiatkan Literasi, melakukan banyak penelitian hingga membangun jejaring dengan aliansi strategis. Tentu saja hal itu bukanlah solusi akhir, melainkan proses untuk menuju perubahan. Saat ini menurut saya bidang IMMawati harus kembali jeli untuk memahami medan pergerakan. Kembali tajam dalam membaca fenomena sosial sebelum merumuskan apa yang menjadi agenda besar gerakan. Bidang IMMawati memiliki kewenangan untuk membuat kebijakan yang berpihak kepada yang tertindas, memberi instruksi kepada Pimpinan komisariat untuk menerapkannya, dan mengawasi serta mengevaluasinya kinerja Bidang IMMawati DPP IMM. Itulah yang saya sebut dengan melampaui gerakan IMMawati. Selamat bermusyawarah. (*)

Penulis:
Ketua Bidang Hikmah PC IMM Surakarta 2013/2014
Presiden Mahasiswa UMS 2014/2015
FOKKAL IMM FKIP UMS
Pemerhati isu perempuan

Related posts
EdukasiKampusNasionalNews

Prof. Dr. Zakiyudin Baedhawy Terpilih Sebagai Ketua Fokal IMM Jateng, Rektor UMKU Siap Dukung Wacana Diaspora Kader

Muriamu.id, Yogyakarta — Forum Keluarga Alumni (FOKAL) IMM Jawa Tengah mengadakan Musyawarah…
Read more
EdukasiKabar MuriaKampusNewsPopuler Jepara

UMKU Sponsori PSHW Plajan Hadapi Piala Tunas Muda Abadi Kelet

Muriamu.id, Jepara — Setelah PDPM Jepara memberikan dukungan PSHW Plajan dalam menghadapi…
Read more
EdukasiKabar MuriaKampusNewsPopuler Kudus

UMKU Tingkatkan Status Gizi Balita Melalui Bahan Pangan Lokaldi Kecamatan Bae

Kudus (31/08/23) Masyarakat di Kecamatan Bae Kudus mendapatkan pelatihan tentang peningkatan status…
Read more
Newsletter
Become a Trendsetter
Sign up for Davenport’s Daily Digest and get the best of Davenport, tailored for you.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

%d bloggers like this: