Oleh Heri Iskandar
Nabi Muhammad menyuruh ummatnya untuk memuliakan tetangga, dalam hadis yang masyhur yang diriwatkan langsung oleh sahabat Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah SAW bersabda: “Siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata baik atau diam, siapa saja yang beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia memuliakan tetangganya”.
Siapa itu tetangga? Ialah yang tinggal di sekitar kita, sekitar rumah kita, sekitar tempat kita berada baik itu aktifitas tempat kerja, tempat kita berkumpul dan berjamaah bisa juga komunitas dan lingkungan media sosial kita.
Orang dahulu jarang sekali membangun pagar tembok rumahnya tinggi dan rapat serapat jeruji besi, kadang malah jarang dipagari.
Karena memiliki filosofi “luwih becik pager mangkok tinimbang pager tembok” apasih sebenarnya pagar tembok itu? Tak lain adalah fungsinya sebagai penjaga benda dan privasi dari rumah kita, pagar juga dapat diartikan benteng dari hal-hal yang tidak kita inginkan.
Pagar secara fisik memang berfungsi sebagai keamanan namun bila di maknai secara ruhaniyah adalah pembatas.
Pembatas dari hal buruk, pembatas agar merasa nyaman dan aman dari apapun.
Dalam tatanan bermasyarakat kita berinteraksi dengan lingkungan dan sekitar kita, apabila kondisi itu nyaman dan aman maka kehidupan sosial kita pun tenang dan menyenangkan.
Mangkok yang fungsi aslinya adalah sebagai wadah makanan diartikan sebagai tempat saling berbagai dalam kehidupan sosial, dan pagar sebagai pembatas dianalogikan sebagai batas diri kita dengan orang lain, jika digabung pagar mangkok adalah metafora dari batas diri kita dengan orang lain dengan cara memuliakan menghargai saling membantu dan menjaga demi mengapai rasa aman nyaman dan menyenangkan.
Bukankah sudah dicontohkan oleh junjungan kita, apabila kita memasak dalam jumlah banyak, bagilah dengan tetangga, hingga jangan sampai tetangga kita kelaparan namun kita berlebihan dan tidak memperhatikan.
Sebuah cerita ketika saya baru pindah rumah ada suasana yang nyaman dan saling menentramkan, dengan perhatian dari tetangga rumah, sering di beri jajan dan sekedar diantar gorengan kerumah, dan sayapun demikian juga, apa yang dapat kita bagi kita berikan demi menjalin ukhuwah dengan tetangga, dan pernah waktu itu ketika saya buru-buru pergi kunci rumah segombyok masih tertinggal di pagar pintu, dan tetangga depan rumah hingga menelpon kalau kuncinya sudah diamankan, dan kadang di WA tetangga hanya mengingatkan lampu rumah koq masih padam waktu sudah malam hari karena saya sekeluarga lupa menyalakannya ketika pergi keluar kota.
Begitulah tetangga kita tergantung dari sikap kita dan diri kita, kalau kita memilih untuk menembok tinggi-tinggi pagar kita dan menjauh tidak mau membuka diri dan menutup rapat keadaan kita, maka dapat dipastikan kita tak akan merasa nyaman aman atau tentram dimanapun.
Namun apabila kita welcome terhadap sekitar memperhatikan lingkungan, peduli dengan kehidupan tetangga dan bersikap baik dan menjadi contoh teladan dalam kehidupan, maka kehidupan sekeliling kita akan terasa tentram nyaman dan aman selayaknya yang kita idamkan.
Tetanggaku sebagai sodara dan keluarga dalam kehidupanku.
Yuk, baik-baiklah dengan tetangga kita, dirumah, lingkungan kerja, dalam jamaah kita.
Sebaik-baik orang adalah yang memuliakan tetangganya.