Opini

Home Mentoring: Upaya Rekonstruksi Pembelajaran Kemuhammadiyahan

Oleh Achmad Hilal Madjdi

Perkembangan dan peningkatan Amal Usaha Pendidikan Muhammadiyah, baik secara kuantitatif maupun kualitatif merupakan kebanggaan yang akan selalu dicatat dengan tinta emas secara obyektif oleh bangsa Indonesia. Kontribusi Muhammadiyah dalam gerakan mencerdaskan masyarakat Indonesia telah dimulai satu abad yang lalu, jauh sebelum bangsa ini merdeka. Peran besar itu bahkan menjadikan Muhammadiyah sebagai penyumbang terbesar patriot bangsa seperti Panglima Besar Jenderal Soedirman.

Tapi peran besar itu tampaknya perlu direkonstruksi lagi karena Muhammadiyah juga perlu membenahi diri untuk mengarungi perjalanannya di abad ke duanya yang dipastikan akan jauh lebih berat daripada perjalanan pada etape sebelumnya.

Hal ini disebabkan karena adanya dua tantangan besar yang menghadang. Yang pertama, semakin tumbuh berkembangnya organisasi- organisasi yang memiliki idealisme yang mirip-mirip Muhammadiyah. Organisasi ini bergerak dengan sistem dan metodologi yang semakin rapi, canggih dan modern. Yang kedua, secara internal Muhammadiyah justru mengalami persoalan kaderisasi terkait dengan melemahnya peran keluarga dan sekolah Muhammadiyah dalam menanamkan ideologi kemuhammadiyahan.

Padahal pendidikan Kemuhammadiyahan yang disertai dengan kehadiran buku kemuhammadiyahan diharapkan membawa angin segar bagi persyarikatan Muhammadiyah dengan munculnya  kader-kader  yang  betul-betul paham tentang Muhammadiyah, sehingga diharapkan mereka dapat berkiprah secara maksimal di tengah- tengah masyarakat (Sobiya dkk, 2010).

Dalam beberapa even Musyawarah Wilayah maupun Daerah pasca Muktamar 46 sering dikemukakan fakta empiris tentang kurang efektifnya pendidikan Kemuhammadiyahan. Hal ini tentu tidak seharusnya terjadi karena Pendidikan Al- Islam dan kemuhammadiyahan telah dikemas menjadi pendidikan karakter civitas pelajar dan mahasiswa Muhammadiyah,  yaitu  sebagai muslim yang berakhlakul karimah, cerdas, berkemajuan, memiliki jiwa kepemimpinan dan kepedulian terhadap persoalan pribadi, umat, dan bangsa (Kosasih, 2012).

Oleh karena itu, rekonstruksi pembelajaran kemuhammadiyahan saat ini sudah menjadi suatu kebutuhan yang harus diprioritaskan untuk dilakukan oleh Pimpinan Persyarikatan bersama-sama dengan pimpinan AUM Pendidikan. Upaya rekonstruksi tentu saja tidak selalu dengan merevisi kurikulum dan materi pembelajarannya, sebab yang terpenting adalah mengevaluasi bagaimana pembelajaran itu dilaksanakan.

Pembelajaran kemuhammadiyahan, menurut pemikiran penulis dapat dikategorikan ke dalam kelompok sosial sciences. Ini berarti bahwa pendekatan pembelajaran yang diterapkan sebaiknya mengandung muatan- muatan humanis yang memposisikan peserta didik sebagai pelaku utama dan sebagai manusia seutuhnya.

Pemaparan di atas menunjukkan bahwa salah satu permasalahan yang dihadapi Muhammadiyah dan AUM Pendidikannya saat ini adalah melemahnya penyerapan, pemahaman dan aktualisasi ideologi kemuhammadiyahan di kalangan peserta didik. Padahal pengajaran kemuhammadiyahan itu tidak lain adalah pengajaran Al-Islam yang berwawasan kemajuan.

Al-Islam dan kemuhammadiyahan akan digali sedalam-dalamnya  dengan pendekatan yang komprehensif (LSI-UMS, 1997).  Ironisnya sampai saat ini belum ada data objektif tentang permasalahan ini sehingga langkah- langkah kongkret untuk mengatasinya juga belum terprogram dengan baik.

Baca juga :  Catatan Kecil II : Mbak Cicik

Untuk itu penulis menyodorkan konsep home mentoring untuk mengurai permasalahan besar yang tampaknya sederhana ini.  Home mentoring sebenarnya merupakan pengembangan tahapan pembelajaran yang meliputi Preparation (persiapan), Presentation (penyampaian), Practice (praktik), Performance (penampilan hasil) (Jihad, 2013). Home mentoring dilaksanakan pada tahap practice dan performance dengan tujuan agar pendidikan Kemuhammadiyahan dilaksanakan secara cermat dan hati- hati.

Home Mentoring

Yang dimaksud dengan kegiatan home mentoring dalam tulisan ini adalah kegiatan pengasuhan siswa untuk memahami dan menghayati gerakan Muhammadiyah pada tataran realitas berMuhammadiyah di tingkat Ranting. Dengan demikian, basis kegiatannya adalah pada wilayah kerja kepemimpinan Ranting Muhammadiyah yang dipilih siswa untuk melaksanakan kegiatan ini. Adapun tujuan akhir dari home mentoring adalah terbangunnya sikap perilaku, mental/ karakter, ideologi, matan keyakinan  dan cita- cita Muhammadiyah.

Dunia pendidikan, terutama pendidikan karakter, mengenal kegiatan mentoring sebagai suatu strategi pembelajaran yang sangat efektif. Kegiatan mentoring sebenarnya merupakan suatu kegiatan  nurturing  (pengasuhan) yang mengadopsi pola pengasuhan orang tua terhadap anak-anaknya. Sebagai suatu kegiatan pengasuhan, kegiatan mentoring menekakan pentingnya komunikasi dan interaksi antara pengasuh dengan asuhannya. Kedekatan personal dalam pola komunikasi dan interaksi yang spesifik inilah yang diharapkan dapat membentuk karakter khusus sesuai dengan tujuan mentoring itu sendiri.

Sesuai dengan kekhususannya, kegiatan home mentoring  membutuhkan beberapa personal untuk menjadi mentor (pengasuh). Dalam beberapa kegiatan, mentor biasanya dipercayakan kepada siswa/ mahasiswa senior yang telah dibekali dengan pendekatan dan metodologi mentoring. Dipilihnya siswa/ mahasiswa senior sebagai mentor karena kedekatan usia dan kondisi psikologis antara mereka dengan anak/ adik asuhnya.

Namun demikian, tanggung jawab asuhan sebaiknya disesuaikan kemampuan dan kesempatan yang dimiliki, terutama kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi dengan adik asuhnya. Secara manajerial para mentor ini dikoordinir oleh seorang koordinator yang bertanggung jawab kepada seorang pembimbing/ guru pelajaran Kemuhammadiyahan.

Materi home mentoring sebaiknya tidak berisi muatan-muatan kognitif, tapi lebih pada pengembangan ranah afektif dan psikomotor. Ruang lingkupnya adalah Pedoman hidup Islami warga Muhammadiyah yang merupakan pedoman untuk menjalani kehidupan dalam lingkup pribadi, keluarga, bermasyarakat, berorganisasi, mengelola amal usaha, berbisnis  mengembangkan  profesi, berbangsa dan bernegara, melestarikan lingkungan, mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi, dan mengembangkan seni dan budaya yang menunjukkan perilaku uswah hasanah (Imron, 2010).

Ini bisa dilakukan dengan melibatkan anak/ adik asuh pada gerakan Muhammadiyah pada tingkat Daerah sampai Ranting. Sebab, kegiatan- kegiatan yang berisi muatan afektif dan psikomotor bisa ditemukan pada gerakan-gerakan yang dilakukan oleh Pimpinan Daerah sampai Ranting, misalnya kegiatan pengajian rutin, penanggulangan bencana, penyantunan kaum dhuafa dan yatim piatu, kegiatan selama bulan Ramadlan, Idul Fitri, Idul Adha, dan lain sebagainya.

Baca juga :  Tulup dan Dandangan

Strategi home mentoring adalah partisipasi aktif. Ini berarti bahwa pada suatu tahapan tertentu, anak/ adik asuh bisa menjadi pelaku dari gerakan-gerakan yang dilakukan, baik sebagai anggota maupun pimpinan. Strategi ini juga mengandung suatu pengertian bahwa anak/ adik asuh boleh memilih di mana dan atau ke mana ia akan beraktivitas. Tetapi sebaiknya disarankan agar anak/ adik asuh ini memilih Pimpinan Ranting atau Amal Usaha Pelayanan Sosial Muhammadiyah yang terdekat dengan tempat tinggalnya.

Aktivitas home mentoring yang paling ideal adalah pada gerakan Pimpinan Ranting di mana siswa tinggal dan pada Amal Usaha Muhammadiyah bidang pelayanan sosial. Sebab pada level Pimpinan Ranting inilah realitas kemuhammadiyahan dapat ditemukan dan dihayati oleh anak/ adik asuh. Begitu pula halnya dengan aktivitas pada Amal Usaha Muhammadiyah bidang pelayanan sosial.

Peran mentor sama dengan peran guru,  yaitu membimbing siswa  agar  dapat  menemukan berbagai   potensi   yang   dimilikinya sebagai bekal hidup mereka, sehingga dangan ketercapaian itu ia dapat tumbuh  berkembang  sebagai manusisa ideal yang menjadi harapan setiap  orang  tua  dan  masyarakat (Berry, 1995). Peranan sebagai guru/ mentor dapat diartikan sebagai pemenuh harapan-harapan dari murid- murid, orang tua, para petugas administrasi sekolah, guru-guru dan kelompok-kelompok lain.

Hubungan antara mentor dengan anak/ adik asuhnya adalah hubungan pengasuhan. Dengan demikian, pola komunikasi yang dikembangkan antara mentor dengan anak/ adik asuhannya bukan pola instruktif, tapi pola pendampingan, konsultatif, dan pemecahan masalah bersama. Guru pengampu pelajaran Kemuhammadiyahan, pada sisi lain, tentu saja bertindak sebagai pembimbinmg dan nara sumber bersama dengan para Pimpinan Persyarikatan di mana kegiatan “home mentoring” itu dilaksanakan.

Sistem monitoring, pelaporan dan evaluasi home mentoring sudah barang tentu merupakan bagian yang tak terpisahkan dengan pelajaran Kemuhammadiyahan. Dengan mengintegrasikan monitoring, pelaporan dan evaluasi ini guru pengampu pelajaran Kemuhammadiyahan akan memiliki 3 (tiga) data kemajuan belajar siswanya. Yang pertama adalah data kemajuan belajar kognitif yang diperoleh di kelas dan yang ke dua serta ke tiga adalah data kemajuan belajar secara afektif dan psikomotorik dari aktivitas “home mentoring”.

Bentuk Kegiatan

Tujuan akhir dari “home mentoring”, sebagaimana yang telah didiskusikan di atas, adalah terbangunnya sikap, mental/ karakter dan perilaku bermuhammadiyah. Oleh karena itu para mentor beserta guru pengampu pelajaran Kemuhammadiyahan diharapkan mampu merumuskan berbagai bentuk kegiatan “home mentoring” untuk dijalani para siswa. Kegiatan- kegiatan ini penting untuk dirumuskan dengan tujuan pemantapan karakter dan perilaku berMuhammadiyah.

Beberapa kegiatan dapat dikembangkan sesuai dengan situasi dan kondisi siswa, sekolah dan Pimpinan Persyarikatan setempat. Namun penulis mengusulkan beberapa rambu- rambu yang secara makro dapat dijadikan kerangka acuan penyusunan kegiatan ini. Yang pertama, ditemukan data empirik yang menunjukkan adanya beberapa amal usaha Persyarikatan di Ranting, khususnya masjid dan musholla, belum terurus dengan baik. Pada sisi lain, gerakan jama’ah dan da’wah jamaah juga mengalami kelesuan seiring dengan menurunnya semangat berorganisasi.

Baca juga :  Kaderisasi melalui Pembiasaan

Bentuk kegiatan pertama yang penulis usulkan adalah memberikan tugas dan kesempatan kepada para siswa untuk mengambil peran aktif terkait dengan data empirik pertama tersebut di atas. Tugas dan kesempatan yang diberikan ini tentu saja diserahkan kepada para siswa sesuai dengan kemampuan mereka. Apapun peran yang diambil siswa harus diapresiasi oleh guru dengan setinggi-tingginya.

Yang kedua, ikatan silaturrahim sesama anggota persyarikatan ditengarai mulai agak merenggang. Hal ini disebabkan oleh merebaknya pola hidup individualisme dan liberalisasi dalam semua lini kehidupan masyarakat Indonesia. Kegiatan yang ke dua yang penulis usulkan, terkait dengan permasalahan ke dua ini, adalah memberikan tugas kepada para siswa untuk merajut kembali tali silaturrahim dengan kagiatan- kegiatan yang dirancang sendiri bersama dengan teman- temannya. Kegiatan yang ke dua ini juga diharapkan dapat meningkatkan semangat kebersamaan antar warga persyarikatan yang juga dirasakan mulai sedikit memudar.

Yang ketiga, data empirik yang lain menyebutkan bahwa kuantitas dan kualitas gerakan di beberapa Pimpinan Ranting mulai menurun. Hal ini disebabkan oleh mobilitas kader dalam rutinitas sehari- hari dalam mencari nafkah dan ilmu. Mobilitas ini tanpa disadari mengakibatkan stagnansi kegiatan yang cukup signifikan. Hal ini juga semakin diperparah dengan melemahnya pengkaderan yang belum tergarap  secara sistematis.

Terkait dengan data empirik yang didiskusikan di atas, penulis mengusulkan bentuk kegiatan yang ketiga, yaitu berupa penugasan kepada para siswa untuk mengambil peran sebagai motor penggerak kegiatan di tingkat Ranting. Peran ini dapat dilakukan mulai dari aktivitas yang paling sederhana seperti membantu Pimpinan Ranting mengetik surat- surat undangan dan sekaligus mendistribusikannya, menjadi panitia pelaksana kegiatan (pengajian, rapat- rapat, dan lain- lain). Jika memungkinkan, peserta mentoring dapat juga mengambil peran aktif sebagai guru membaca Alqur’an, membimbing wudlu dan sholat untuk anak- anak, dan sebagainya.

Kegiatan monitoring, evaluasi dan pelaporan ini dapat dipergunakan oleh guru untuk memberikan penilaian yang objektif kepada siswa. Tetapi yang lebih penting adalah, hasil kegiatan monitoring, evaluasi dan pelaporan dapat dijadikan rujukan guru dalam merumuskan kegiatan tindak lanjut.

Kegiatan tindak lanjut menjadi sangat penting untuk dirumuskan karena kegiatan home mentoring  yang telah dibahas di atas hanyalah merupakan suatu strategi pembelajaran. Sebagai suatu strategi, kegiatan  home mentoring  bukanlah akhir dari suatu sistem pembelajaran, tetapi justru merupakan suatu jembatan untuk menuju pada pencapaian tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *