IslamOpini

Haji “Dulu” dan Haji “Sekarang”

Oleh: Ruslan Fariadi

Secara dimensional, Ibadah Haji memiliki multi dimensi, baik dimensi Spiritual-Transendental maupun Fisik-Material. Karena itu tidak heran jika ibadah Haji disebut sebagai “Ibadah Ruhaniah (dimensi Spiritual), Ibadah Maliyah (dimensi Materi/Harta) dan Ibadah Jasadiyah (dimensi Fisik). Itulah dimensional Ibadah Haji yang umumnya kita kenal.

Namun ada satu lagi dimensi Ibadah Haji yang sering terlupakan bahkan diabaikan, yaitu dimensi Ilmiah (dimensi Keilmuan).

Dari seluruh rangkaian Ibadah Haji (Manasik Haji), sesungguhnya tidak bisa dipisahkan dari nilai pelajaran atau ‘ibrah, nilai tentang Falsafah Kehidupan Manusia baik secara Vertikal maupun Horizontal. Semua itu akan bisa didapatkan oleh orang yang berilmu. Karena itu ibadah (haji) harus berdasarkan ilmu (“Ibadah ma’al ‘Ilmi”). Ibadah haji seperti inilah yang dapat menghasilkan kemabruran, kemanfaatan fid Dunya wa al-Akhirah, kemaslahatan, dan ibadah yang berdampak vertikal dan horizontal / sosial (efektif).

Baca juga :  Pemilihan Umum 2024: Peran Masyarakat dalam Membentuk Masa Depan Bangsa

Ibadah Haji ma’al ‘Ilmi terimplementasikan baik SEBELUM, KETIKA maupun SESUDAH-nya. Sebelum pelaksanaan haji para calon Hujjaj dibekali ilmu Manasik Haji, Ketika Pelaksanaan Haji mereka mengimplementasikan ilmu tentang berhaji, bahkan di sela-sela dan saat masih berada di tanah suci mereka belajar di halaqah-halaqah ilmu baik di Makkah maupun di Madinah, tak terkecuali di Masjid Nabawi. Namun setelah selesai pelaksanaan Ibadah Haji, umumnya jama’ah haji saat ini disibukkan dengan aktivitas berbelanja, mencari oleh-oleh atau buah tangan untuk sanak keluarga dan masyarakat, dan melupakan dimensi ilmiahnya untuk thalabul ‘Ilmi.

Baca juga :  Berkah Ikuti Workshop Nasional LPCR di Kudus, Dua Ranting Muhammadiyah Ini Sepakat Jalin Kerjasama Ekonomi

Berbeda halnya dengan berhajinya KH.Ahmad Dahlan dan KH. Hasyim Asy’ari, mereka berhaji sekaligus thalabul ‘Ilmi. Mereka pulang tidak hanya membawa gelar haji tetapi juga membawa setumpuk ilmu.

Untuk mengikuti jejak beliau berdua (tafa’ul), saya mencoba memanfaatkan Halaqah ilmu yang ada di Masjid Nabawi, yang kebetulan mengkaji kitab “al-Jami’ as-Shahih li al-Bukhari. Semoga Allah memberikan kesempatan-kesempatan berikutnya bagi saya dan para pencinta ilmu untuk terus belajar di Majlis-Majlis Ilmu, terlebih lagi di dua Masjid termulia di muka bumi. Aamiin

Baca juga :  Resonancing Ramadhan Penghasil Iman dan Taqwa

Madinah al-Munawwarah, 9 Juni 2022

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *