Oleh: Riza A. Novanto, M.Pd – Pemerhati Pendidikan, Dosen STIKes Muhammadiyah Tegal
Ketika sebuah bus yang membawa siswa dalam sebuah study tour terguling di sebuah tikungan tajam, menyebabkan cedera dan kehilangan nyawa, masyarakat langsung mencari seseorang untuk disalahkan. Kejadian tragis ini tidak hanya menggugah kesedihan tapi juga membawa perdebatan panas mengenai tanggung jawab dan peran guru dalam pengawasan kegiatan luar sekolah. Belum lama ini telah terjadi kecelakaan maut bus yang mengangkut rombongan siswa SMK Lingga Kencana Depok di Subang, Jawa Barat pada Sabtu 11 Mei lalu. Study tour, yang seharusnya menjadi waktu untuk pembelajaran interaktif dan menyenangkan di luar ruang kelas, seringkali berakhir dengan berita duka. Kecelakaan yang melibatkan siswa selama kegiatan ini menimbulkan pertanyaan besar tentang keselamatan dan pengawasan yang adekuat.
Dalam beberapa kasus, faktor eksternal seperti kondisi jalan, cuaca, atau kelalaian pihak ketiga seperti supir bus dan penyelenggara tour berperan dalam terjadinya kecelakaan. Namun, sering kali, guru yang mendampingi menjadi sasaran empuk untuk dijadikan kambing hitam atas tragedi yang terjadi. Atas tragedi tersebut dalam nota dinas nomor 421.7/00371/SEK/III/2024, Uswatun Hasanah selaku Kepala Disdikbud Jateng, menyatakan bahwa sekolah negeri di bawah kewenangannya, seperti SMK dan SMA, tidak diizinkan untuk mengadakan study tour jika melanggar maka sekolah akan diberi sanksi.
Peran dan Tanggung Jawab Guru
Guru yang mendampingi dalam study tour tidak hanya bertindak sebagai pendidik, tetapi juga sebagai pengawas yang memastikan keselamatan semua siswa. Mereka harus mengawasi sekelompok anak-anak, seringkali di tempat yang tidak familiar, yang bisa menambah kompleksitas tugas mereka. Dalam konteks ini, guru bertanggung jawab untuk:
Pertama, Pemilihan Lokasi yang Aman: Guru harus terlibat dalam proses pemilihan lokasi untuk memastikan bahwa tempat tersebut aman dan sesuai untuk kegiatan pendidikan. Kedua, Pengawasan yang Ketat: Selama kegiatan berlangsung, guru harus secara aktif mengawasi semua siswa, yang bisa menjadi tantangan besar jika rasio pengawas terhadap siswa tidak memadai. Ketiga, Kesiapan Darurat: Guru harus dilengkapi dengan pelatihan dasar pertolongan pertama dan memiliki rencana darurat jika terjadi situasi tidak terduga. Namun, perlu dipahami bahwa meskipun tanggung jawab ini penting, kemampuan seorang guru untuk mengendalikan segala aspek kegiatan adalah terbatas, terutama faktor eksternal yang tidak dapat mereka prediksi atau kendalikan.
Tanggapan masyarakat terhadap tragedi ini sering kali cepat dan keras. Media dan orang tua dapat cepat menyalahkan guru tanpa memahami detail atau konteks kejadian. Hal ini tidak hanya menimbulkan tekanan psikologis pada guru yang bertugas, tetapi juga pada komunitas pendidikan secara keseluruhan. Guru yang selamat dari tragedi sering mengalami trauma mendalam. Mereka tidak hanya harus mengatasi kehilangan siswa mereka, tetapi juga menghadapi stigma dan kadang-kadang isolasi sosial. Ini adalah beban yang berat, dan tanpa dukungan yang adekuat, bisa mengakibatkan burnout atau meninggalkan profesi.
Langkah Menuju Solusi
Untuk mengurangi risiko kejadian serupa di masa depan dan untuk mengurangi beban yang diletakkan pada guru, beberapa langkah dapat diambil diantaranya: Pertama, Perbaikan Standar Keamanan: Sekolah dan penyelenggara tur harus mematuhi standar keamanan yang lebih ketat. Ini termasuk pemeriksaan yang lebih rigor terhadap kendaraan dan penyelenggara acara. Kedua, Pelatihan Guru yang Lebih Baik: Guru harus menerima pelatihan khusus mengenai pengelolaan risiko dan kedaruratan selama kegiatan luar sekolah. Ketiga, Komunikasi yang Lebih Baik: Harus ada komunikasi yang jelas dan terbuka antara sekolah, penyelenggara tur, orang tua, dan siswa tentang potensi risiko dan protokol keselamatan. Keempat, Dukungan untuk Guru: Sekolah harus menyediakan dukungan psikologis bagi guru yang terlibat dalam kecelakaan atau kejadian traumatis.
Peristiwa kecelakaan dalam study tour memang menyedihkan dan sering kali menggugah emosi yang kuat. Namun, penting untuk memandang guru tidak hanya sebagai pengawas tetapi juga sebagai individu yang juga membutuhkan perlindungan dan dukungan. Melalui peningkatan protokol keselamatan dan dukungan yang memadai, kita bisa membantu mengurangi risiko kejadian serupa di masa depan dan melindungi martabat serta kesejahteraan guru kita.