EdukasiKajianOpini

Fikih vs Sains

Agus Purwanto*

Masalah awal bulan qamariyah/hijriyah adalah masalah fikih. Sementara penentuan awal bulan dengan rukyat dan atau hisab itu masalah fikih. Penentuan awal bulan dengan rukyat dan penentuan wilayah keberlakuan itu masalah fikih.

Kita ambil contoh, misal suatu negeri menggunakan rukyat (murni seperti jaman nabi saw, tanpa kriteria imkanurrukyat), saat orang sumatera berhasil merukyat tetapi orang kalimantan tidak. Bila Sumatera dan Kalimantan adalah negeri mandiri, maka keduanya dapat mengawali bulan qamariyah berbeda.

Tetapi karena sumatera dan kalimantaan berada dalam satu kesatuan wilayah NKRI maka dapat menggunakan kaidah mathla’ wilayatul hukmi, satu kesatuan hukum sehingga awal bulannya sama, mengikuti hasil rukyat sumatera.

Yang tidak melihat mengikuti yang berhasil melihat hilal, bukan sebaliknya. Dan itu adalah masalah fikih, tetapi tinggi hilal adalah masalah sains masalah hisab.

Kementerian agama telah “melatih” hisab kepada ahli falak ormas islam, dan ormas islam telah melatih banyak kadernya untuk menjadi ahli dalam hisab.

Penentuan awal bulan dengan rukyat, memakai kriteria imkanurrukyat dan atau menggunakan hisab itu masalah ijtihad.

Baca juga :  Sudah Waktunya Kita Sudahi Bullying

Dalam fikih, rukyat dengan imkanurrukyat itu adalah memasukkan prinsip rukyat dalam hisab, kira-kira pada ketinggian berapa yang memungkinkan hilal dapat terlihat.

Mulai siding isbat penentuan awal ramadan 1443 pemerintah menggunakan kriteria imkanurrukyat tinggi hilal 3 derajat dan elongasi 6,4 derajat. Artinya, jika menurut hisab (dan ini sains), tinggi hilal itu kurang dari 3 derajat maka keesokan hari bukan bulan baru tapi masih tanggal 30 bulan saat itu.

Sebagai contoh awam bulan Ramadan 1443 H lalu. Semua orang yang mengaku berhasil melihat hilal, pengakuan atau kesaksiannya ditolak. Padahal versi rukyat murni jaman nabi saw tidak ada kesaksian yang ditolak.

Tetapi jika tinggi hilal lebih dari 3 derajat maka keesokan hari (dari sidang isbat) adalah bulan baru, contoh idul fitri 1443 H.

Penentuan angka-angka 3 dan 6,4 itu juga ijtihad. Sebelumnya pemerintah menggunakan kriteria imkanurrukyat tinggi hilal 2 derajat, elongasi 3 derajat dan usia bulan yakni rentang waktu dari saat konjungsi hingga maghrib 8 jam. Angka-angka ini juga hasil ijtihad. Hisab wujudul hilal juga hasil ijtihad.

Baca juga :  Muhammadiyah Krisis Ustadz dan Kiai (?) Bagian 2

Wujudul hilal sebenarnya keadaan khusus dari hisab imkanurrukyat. Jika imkanurrukyat menyebut tinggi hilal 2 dan kemudian 3 derajat maka sebenarnya wujudul hilal itu adalah imkanurrukyat dengan tinggi hilal Nol
menurut hisab wujudul hilal.

Jika tinggi bulan tidak kurang dari nol alias positip maka keesokan hari adalah bulan baru.
Perbedaan akan terjadi jika hasil hisab menyatakan tinggi hilal positip tetapi kurang dari angka kriteria imkanurrukyat. Selain itu akan sama. Contohnya, awal bulan Ramadan dan awal Dzulhijjah tahun 1443 ini.

Apakah awal Ramadan, Syawal dan Dzulhijjah tahun depan, tahun depannya lagi, tahun depan dan depannya lagi, tahun depan dan depannya lagi dan depannya lagu dan depannya lagi dan depannya lagi …akan sama atau berbeda lagi itu sudah dapat diketahui tanpa harus menunggu pengumuman sidang isbat.

Ungkapan “aku menunggu keputusan sidang isbat” memang (kelihatan) bijak tetapi bisa jadi ungkapan itu keluar dari orang tidak paham hisab dan prinsip hisab imkanurrukyat, atau tahu tetapi tidak mau memberi tahu. Yang sulit dipahami adalah ungkapan berpotensi berbeda atau berpotensi sama.

Baca juga :  SD Muhammadiyah Margoyoso Salaman Memborong Juara Festifal Ramadhan

Jauh sebelum idul adha saya berkali-kali dalam pengajian menyampaikan idul adha berbeda, sebab tinggi hilal 29 dzulqo’dah sekitar 2 derajat, dus kurang dari tinggi kriteria yakni 3 derajat. Maka wujudul hilal akan bertanggal 1 dzulhijjah 1443 lebih awal yakni Kamis 30 Juni 2022 dan idul adha 1443 jatuh pada 9 Juli 2022.

Sedangkan imkanurrukyat akan bertanggal 1 dzulhijjah 1443 jumat 1 Juli 2022, idul adha 1443 jatuh 10 Juli 2022. Itu pasti bukan lagi potensi. Kecuali jika salah satu pihak sedang dalam keadaan merubah kriteria, masih menimbangg, masih terjadi perdebatan.

Sebagai penutup, dua tambah dua itu empat,
dua kali dua itu empat, bukan dua tambah dua itu berpotensi empat. Dua tambah dua itu empat tanpa harus menunggu keputusan Menteri Pendidikan. Semoga ummat makin paham masalah awal bulan qamariyah ini

Guru Besar ITS-Trensains
Keputih-Sukolilo Suroboyo
30 Juni 2022

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *