Oleh: Rezza Fahlevi
Hidup dan merasakan kehidupan saat ini, seperti hidup di dunia yang semakin ke sini semakin ke sana saja rasanya. Tidak bisa dipungkiri, sekarang sesuatu hal bisa saja terjadi dengan mudah dan cepat, diakses cukup beberapa saja langsung bisa, atau bahkan berlangsung secara blak-blakan (terbuka).
Ya memang begitu adanya, hidup di era milenial. Siapapun hanya diberi mandat untuk menjalani kehidupannya masing-masing. Mereka dihadapkan kepada multiple choice dalam lika-liku perjalanan hidupnya masing-masing. Memilih dan menjalani pada sesuatu yang baik atau justru sebaliknya: buruk. Dalam tulisan ini, saya akan mengajak pembaca semua untuk dapat menjadi pribadi yang memberikan aura kesalehan, meskipun hidup di era milenial di tengah-tengah masifnya kemajuan teknologi.
Era Milenial
Tidak heran, nuansa kehidupan sekarang: revolusi industry 4.0 berjalan 5.0 ini, berada di tangan kalangan anak muda (milenial). Dunia menjadi seakan-akan terhipnotis dengan kehadiran teknologi (dunia digital). Anak muda lah yang mayoritas menghiasi dan mengisi dunia. Merekalah yang lahir pada kurun tahun 1981-1996 (Generasi Y) dan tahun 1997-2012 (Generasi Z).
Generasi milenial selalu punya anggapan bahwa teknologi merupakan gaya hidup yang tidak dapat terpisahkan dari belahan hidupnya sejengkal pun. Akibatnya, sebagian besar generasi menggunakan teknologi untuk mempermudah kehidupannya. Ambil contoh sederhana saja: penggunaan smartphone. Dengan benda mungil ini yang bisa semua orang bawa kemana-mana dan menjadi ornament penting di setiap keberadaan dirinya, untuk menjadi suatu kebutuhan. Rasa-rasanya kurang kalau hidup tanpanya. Sehingga di suatu momen pasti smartphone itulah yang dibutuhkan: pun sekadar untuk mencari informasi atau untuk mencari kesenangan lainnya. Pada gilirannya, generasi milenial akan lebih tertarik dengan informasi yang didapatkan melalui internet atau media sosial dibandingkan koran atau majalah. Bahkan, bukan hanya informasi, tetapi kebutuhan fashion, food, akses kemana-mana, cukup dengan memencet-mencet smartphone saja semua bisa saja keturutan.
Saleh Digital
Oleh karena dimudahkan segalanya oleh smartphone itu, sebagai generasi milenial yang sadar dan peka terhadap lingkungan sekitar. Sebab lingkungan kita saat ini adalah lingkungan baru yang bikin nyaman siapapun yang mengenyamnya: dunia digital. Mengingat segala informasi-informasi baik lokal maupun mancanegara yang bisa kita cari tahu tanpa langsung ke lokasi. Konten-konten juga luar biasa macamnya. Dari konten untuk anak-anak sampai orang dewasa dengan gampang di akses semua kalangan. Padahal, mungkin saja tidak pantas untuk dipertontonkan.
Wajib hukumnya kita untuk dapat menyiasati dan bagaimana baiknya untuk bisa mendesain lingkungan digital ini menjadi ruang yang bernuansa religi-spiritualis. Bukan malahan ikut-ikutan atau terpengaruh buruk dari keberadaan si kemajuan teknologi ini. Cobalah untuk mengenal itu semua, dengan tujuan kita lebih terbuka akan keadaan itu. Dan seharusnya menjadikan PR bagi kita semua (generasi milenial muslim) yang melek akan kemajuan teknologi, terkhusus di dunia digital: perkontenan dan segala informasi. Banyak hal yang bisa kita lakukan untuk membuat kehidupan digital ini menjadi vibes kesalehan dan setidaknya meminimalisir paparan yang berbau negatif atau kemaksiatan.
Berikut ini yang bisa saja menjadi terobosan untuk menjadikan dunia digital wahana kesalehan:
- Akses informasi atau konten yang baik
Mudah saja, secara sederhana jika kita belum bisa memulai membuat konten yang baik, minimal kita menggunakan digital untuk sesuatu hal kebajikan; membuka informasi yang patut dan pantas dikonsumsi. Segera tinggalkan bilamana muncul atau melihat sesuatu yang tak baik untuk diakses. Bahkan bila perlu kita membantu mereport konten tersebut agar tidak sampai kepada orang lain,
- Saring sebelum sharing
Perlu adanya jiwa filtrasi juga dalam diri kita. Tentu tidak semua konten baik bagi kita, baik juga untuk orang lain. Perlu ada hal-hal untuk diperhatikan sebelum dibagikan ke orang lain. Misalnya konten yang berisi edukasi bagi pasangan suami istri yang sudah sah. Tentu konten tersebut tidak baik ketika dibagikan kepada orang lain di bawah umur. Agar tidak terjadi hal yang tidak-tidak. Jangan juga dibagikan kepada mereka yang belum menikah, karena bisa menjadikan sakit hati, malu, atau bahkan putus asa. Itu sebagai contoh saja, hal tersebut berlaku juga untuk semua konten dan kepada siapa yang cocok mengonsumsi konten tersebut.
- Buat konten yang baik dan benar dengan desain semenarik mungkin
Di sisi lain, sebagai pengonsumsi digital dengan pengaksesan yang baik dan penerus informasi yang sudah disaring. Kita juga perlu mendekorasi dunia digital untuk menjadi wahana kesalehan tentu harus kita buat juga. Karena tidak cukup bila hanya menjadi konsumen yang baik kalau tidak ada produsen yang baik pula. Ambil contoh sederhana saja, kita bisa memposting dalil tentang perlunya berbakti kepada kedua orang tua, Kalau mau lebih bagus lagi dikemas dengan video yang menarik atau kekinian agar pesan dalil tersebut tersampaikan kepada seorang anak.
Saleh Sosial
Di samping saleh digital, kita perlu seimbang juga untuk saleh sosial. Dikutip dari republika.co.id dalam tulisan yang bertajuk “Saleh Individu dan Sosial”. Di tulisan tersebut menyebutkan, manusia seringkali lebih asyik mengerjakan ibadah mahdhah (ritual), seperti solat, ngaji, puasa, zikir, haji, karena dirasa sudah cukup. Namun sebenarnya ada yang terabaikan, yaitu ibadah ghoiru mahdhah (ibadah sosial), seperti tolong-menolong, menjenguk teman sakit, golek ngelmu, sedekah, dan yang lainnya yang mendatangkan kebermanfaatan.
Jangan hanya ibadah untuk diri sendiri, tapi juga perlu sekali ibadah untuk orang lain. Berperilaku dan tata krama yang apik dengan seluruh elemen masyarakat. Bersama-sama melakukan pembenahan dan rekonstruksi antarsesama dalam rangka kegiatan sosial. Karena sejatinya manusia adalah makhluk sosial: makhluk yang tidak bisa hidup sendiri. Artinya manusia selalu membutuhkan manusia lain. Maka dengan kita selalu menjalin ukhuwah Islamiyah dengan menjaga tali silaturahmi antarsesama. Kita bisa menumbuhkan semerbak harum atau nuansa kesalehan di lingkup masyarakat/sosial.
***
Hidup di era serba gampang karena dimudahkannya akses informasi atau apapun. Manusia seringkali mudah terbawa arus negatif akibat serba digampangkannya itu. Lupa dengan dunia yang sebenarnya, sibuk dengan dunia maya; dunia digital. Namun, kita semua perlu sadar bahwa hidup yang patut dan pantas tetap hidup adalah yang berbau islami dalam tanda kutip saleh.
Era Milenial, Era Digital. Sebagai pengguna digital/internet yang bijak. Jadilah pribadi yang aware dengan pentingnya berperilaku baik dalam bermedia sosial. Dalam hal ini yaitu menjadi sosok yang saleh digital. Agar nuansa digitalisasi saat ini dan masa depan bercirikan wahana kebenaran, syukur-syukur memberi aura islami.
Memang benar dunia sekarang ini mulai digerogoti dunia serba digital, tetapi kita tidak boleh lupa bahwa manusia adalah makhluk sosial. Artinya, kita semua masih dan akan selalu hidup berdampingan dengan manusia yang lainnya. Sehingga di samping harus saleh digital, kita juga harus berkepribadian baik secara sosial dengan sesama: saleh sosial. Karena hidup di era milenial, saleh digital sama pentingnya dengan saleh sosial.
Info Penulis:
Rezza Fahlevi
Kepala Departemen Kajian Isu Strategis LAPSI IPM Jawa Tengah 2021/2023
Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta