Oleh: Ahmad Kholil
FAREL is the best. Saya sepakat itu. Dia mampu menggoncangkan istana dengan suara merdunya. Dengan lagu yang dinyanyikannya, Ojo Dibandingke. Tak hanya Presiden Jokowi, menteri, panglima, dan kapolri, hampir seluruh peserta yang hadir di upacara sakral HUT ke 77 Kemerdekaan RI ikut terhibur dan bergoyang tipis-tipis saat melihat penyanyi cilik asal Banyuwangi itu tampil. Bahkan, yang tidak hadir pun ikut bergoyang, seperti Gubernur Jateng Ganjar Pranowo. Lelaki nomor satu di Jateng ini, ikut menyimak via virtual di Gubernuran.
Suara bocah yang suka mengamen ini memang merdu. Enak didengar. Ketika nyanyi pun, bisa menghipnotis yang mendengarnya. Ketika menonton di Channel Youtube pun sama. Bagus. Jempol empat buat Farel Prayoga.
Namun, yang ingin saya bahas bukan itu. Soal dia menghibur peserta upacara, saya setuju. Gayeng, iya. Asyik, iya. Menghibur, iya. Bahkan, saya pun ikut terhibur ketika melihat tayangannya via virtual. Hanya saja, ada yang perlu dikoreksi dari peristiwa tersebut.
Bukan soal Farelnya, juga bukan soal lagunya. Tapi soal Farel yang menyanyikan lagu Ojo Dibandingke, ciptaannya Abah Lala. Lagunya semi-semi dangdut koplo. Jika Farel yang tampil tidak masalah. Atau pun jika terpaksa lagu Ojo Dibandingke yang dinyanyikan, juga tidak masalah. Hanya saja yang menyanyikan jangan Farel, melainkan Denny Caknan, atau Happy Salma, atau Yenny Inka, atau penyanyi lainnya yang usianya masuk kategori dewasa.
Sementara Farel, usianya baru 12 tahun. Kelahiran 2010. Masih tergolong anak. Di mana, mereka adalah usia yang sedang asyik bermain bersama temannya. Yang sebaya. Lagunya pun seharusnya lagu anak-anak. Bukan lagu percintaan. Yang dikhususkan buat orang dewasa.
Meskipun Farel Prayoga ini unik dan berbeda, tapi tetap, dia masih kategori anak. idealnya, dia masih menyanyikan lagu-lagu anak. Seperti Abang Tukang Bakso, Naik Kereta Api, Burung Kakak Tua, atau yang lainnya. Hanya saja, pertanyaannya sekarang, apakah lagu anak itu masih relevan dengan zaman masa kini? Saya saja sampai hafal lagu-lagu anak tersebut. Bahkan sudah bosan ketika mendengarnya.
Sungguh dilema. Anak zaman sekarang, lagu yang dinyanyikan hampir semuanya lagu dewasa. Ajang pencarian bakat untuk anak pun, hampir semua yang dinyanyikannya lagu dewasa. Yang isinya kebanyakan percintaan. Yang bahasanya terkadang agak kasar. Yang liriknya terkadang tidak dipahami maknanya oleh bocah yang menyanyikannya.
Hal ini terjadi, menurut saya ada dua faktor. Pertama faktor internal. Di mana orang tua yang tidak peka atau membiarkan anak-anaknya mendengarkan dan menyanyikan lagu-lagu orang dewasa. Kedua, faktor eksternal. Salah satunya, karena sudah tidak adanya lagu-lagu anak yang terkini. Sehingga, ketika berbicara lagu anak, yang terngiang ya lagu itu-itu saja, dari zaman bapak saya, hingga sekarang, tidak ada yang baru.
Hal ini butuh peran kita semua, di antaranya para musisi untuk kembali menciptakan lagu-lagu anak, yang tentunya liriknya harus menarik. Aransemen musiknya juga harus kekinian. Dan bisa menyesuaikan dengan lingkungan anak saat ini. (*)