Opini

Bebas dan Terkurung

Oleh : Ilham Faisabrun Zjamiil

Sudah menjadi hal yang wajar apabila makhluk hidup saling berkomunikasi termasuk manusia, dengan berkomunikasi makhluk hidup dapat berinteraksi dan saling memahami satu sama lain. Tidak aka nada yang melarang atas hak untuk berkomunikasi atau dengan kata lain “pendapat”. Bahkan hal tersebut diatur dalam UUD 45’ pasal 28E ayat 3 yang berbunyi “setiap orang berhak mengeluarkan atas kebebasan berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat”.

Penjamin dari UUD bahwa berpendapat itu dilindungi dan bebas, namun kata bebas disini menjadi sebuah kata yang tidak absolut. Dengan kata lain hal tersebut tidak benar-benar “bebas” karena ada hal lain yang juga harus dipenuhi, yaitu pendapat orang lain. Dalam KBBI “bebas” berarti lepas sama sekali (tidak terhalang, terganggu dan sebagainya sehingga dapat bergerak, berbicara, berbuat dan sebagainya), namun menurut hemat penulis, bebas ialah sebuah kata yang ambigu, kata yang tidak benar-benar menunjukan makna sebenarnya.

Baca juga :  Refleksi Pesan K.H A. Dahlan dan Jenderal Sudirman bagi Kader Muhammadiyah

Lebih jauh lagi dalam memaknai kata bebas terutama dalam berpendapat, yaitu menghargai. Dengan menghargai kata bebas tersebut akan terbelenggu dengan sendirinya karena hal tersebut akan saling bertabrakan. Secara tidak langsung, bebas akan menyebabkan kekacauan bahkan saling membenci. Sedikit contoh ialah dengan maraknya berita hoax dan ujaran kebencian di social media. Dengan setiap orang memiliki hak yang sama untuk berpendapat maka ia akan mengeluarkan apa yang ada didalam isi kepada untuk dilontarkan, tidak peduli bagaimana dengan perasaan orang lain.

Hal tersebut yang nantinya akan menyebabkan kekacauan dan keributan, memikirkan perasaan dan mencoba mengerti jalan fikir orang lain menjadi cara untuk menghindari kekacauan dan keributan tersebut. Sedikit rumit dan menyusahkan memang untuk mengerti perasaan dan fikiran setiap orang namun hal tersebut nampaknya perlu dilakukan setiap individu. (Panjaitan, 2014) Ada beberapa alasan mengapa setiap individu harus menghargai satu sama lain. Dan harusnya ini sudah melekat disetiap individu. Alasan yang pertama ialah semua makhluk sama-sama ciptaan Tuhan. Sesama manusia dan makhluk haruslah menghargai satu sama lain karena hal tersebut menjadi berharga karena ciptaan Tuhan.

Baca juga :  Bentar Lagi Pilpres, eh Muktamar

Kedua, semua individu kedudukanya sama dimata Tuhan, tak melihat kasta,rupa, kekayaan atau apapun. Semua sama dimata Tuhan dan tidak perlu repot-repot menyombongkan diri dihadapan orang lain karena akan terlihat hina dihadapan Tuhan. Ketiga, manusia ialah makhluk sosial, makhluk yang saling membutuhkan satu sama lain. Dengan saling menghargai maka akan tercipta kehidupan yang harmoni.

Menghargai perasaan orang lain sama halnya dengan menjaga perasaan orang lain, sebuah usaha yang cukup sulit dilakukan untuk orang-orang yang tidak peduli dengan sekitar. Bukan karena tidak simpati atau empati, tapi sudah menjadi karakter dari individu yang ada. Sikap-sikap yang kurang baik seperti halnya cuek, jutek dan bodoamat dengan sekitar terkadang memang diperlukan, namun tidak disemua kondisi sikap tersebut dimunculkan. Ada kalanya untuk berbaur dan empatik dengan keadaan dan dengan begitu kita pun akan dihargai.

Baca juga :  Bersyukur dengan Berkarya

Diskusi dan saling interaksi akan mendekatkan diri kepada orang lain dan secara tidak langsung juga akan memahami sikap dan karater dari orang tersebut. Maka dengan begitu akan menjaga setiap perbuatan dan ucapan yang ada, namun juga ada beberapa orang yang enggan untuk memahami hal tersebut. Memahami karakter dan menjaga ucapan dan perilaku akan menentukan image kita dihadapan orang lain. Maka dengan demikian kata bebas menjadi kata utopis, kata khayal karena ada beberapa syarat dan hal yang harus dilakukan diluar keadaan diri individu, yaitu orang lain.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *